Langsung ke konten utama

๐‘๐ข๐ญ๐ฆ๐ž ๐†๐ž๐ซ๐š๐ค ๐ˆ๐ง๐ฌ๐ฉ๐ข๐ซ๐š๐ญ๐ข๐Ÿ ๐ˆ๐Š๐๐’ ๐€๐ฅ-๐’๐ฒ๐š๐ข๐ค๐ก ๐€๐›๐๐ฎ๐ฅ ๐–๐š๐ก๐ข๐: ๐Œ๐ž๐ฆ๐›๐š๐ง๐ ๐ฎ๐ง ๐Š๐ž๐›๐ž๐ซ๐ฌ๐š๐ฆ๐š๐š๐ง, ๐Œ๐ž๐ง๐ฒ๐ž๐ฆ๐š๐ข ๐Š๐ž๐›๐š๐ข๐ค๐š๐ง

La Rudi S.Hum., M.Pd
Alumni Permata Angk. 3 Ponpes SAW

Dalam setiap organisasi, selalu ada ritme—nada yang mengiringi geraknya, tarikan napas yang menghidupinya. Dalam hal ini, Ikatan Keluarga dan Alumni Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid (IKPS) menari di atas landasan nilai silaturahmi, kebersamaan, dan perjuangan untuk kemaslahatan umat. Ritme gerak ini bukan sekedar gerakan fisik, namun sebuah perjalanan spiritual yang bermakna, menyentuh relung hati setiap anggotanya.
Sejak awal berdirinya di tahun 2000 oleh KH. Muh. Syaharuddin Saleh, MA, bersama La Ode Ibrahim sebagai ketua pertama, IKPS lahir dengan misi besar: menjadi wadah penyatu keluarga besar Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid. Dalam ritme geraknya yang terus berdenting, IKPS mengajarkan bahwa kebersamaan bukanlah sesuatu yang terbentuk secara instan, melainkan harmoni yang dibangun dengan tekad dan usaha bersama.
Ritme Silaturahmi: Menghidupkan Kenangan, Membangun Harapan
Silaturahmi adalah denyut nadi IKPS yang tak pernah berhenti berdetak. Setiap langkah yang diambil organisasi ini adalah usaha untuk menyatukan kembali hati-hati yang pernah bertaut di bawah naungan pesantren. Seperti getaran angin yang meniupkan ketenangan, silaturahmi menyegarkan jiwa yang mulai terjebak dalam hiruk-pikuk dunia.
KH. Muh. Syaharuddin Saleh, MA, menggambarkan silaturahmi sebagai “jembatan yang menghubungkan hati-hati yang berjauhan.” Ia meyakini bahwa melalui silaturahmi, setiap anggota dapat kembali mengenang nilai-nilai luhur pesantren: keikhlasan, kebajikan, dan semangat untuk menebar kebaikan. Melalui momen-momen seperti pertemuan Ramadhan dan kegiatan olahraga, IKPS merangkai benang-benang kenangan menjadi taplak harmoni yang indah.
Ritme Kebersamaan: Harmoni dalam Perbedaan
Dalam setiap gerakan IKPS, kebersamaan menjadi pusat gravitasi yang menarik seluruh anggotanya ke dalam lingkaran yang kokoh. Kebersamaan ini adalah tarian harmoni di tengah perbedaan. Layaknya orkestra yang memainkan berbagai alat musik, IKPS menemukan keindahan dalam keberagaman yang dimiliki anggotanya.
La Ode Ibrahim, dalam masa kepemimpinannya, berhasil menciptakan ruang di mana setiap anggota merasa bersyukur. Ia memahami bahwa kebersamaan tidak berarti keseragaman, tetapi belajar untuk menerima perbedaan sebagai bagian dari identitas bersama. Dalam kebersamaan itulah IKPS menemukan kelebihan: kemampuan untuk saling mendukung, saling memahami, dan saling menguatkan.
Kegiatan olahraga seperti futsal atau sepak bola menjadi metafora yang indah tentang bagaimana kebersamaan bisa bekerja. Di lapangan, semua pemain bergerak dengan satu tujuan, meskipun peran mereka berbeda-beda. Inilah kebersamaan yang ditekankan oleh IKPS: bergerak bersama menuju kebaikan.
Ritme Kebaikan: Ladang Amal yang Tak Pernah Kering
Gerak IKPS tidak hanya berhenti membangun silaturahmi dan kebersamaan, tetapi melangkah lebih jauh untuk menabur kebaikan. Setiap kegiatan yang dilakukan organisasi ini memiliki tujuan yang lebih tinggi: menjadi ladang amal jariyah yang bermanfaat bagi semua.
Pak Kyai KH. Muh. Syaharuddin Saleh, MA, sering menanamkan dalam jiwa para anggota IKPS bahwa setiap langkah kecil untuk membantu sesama adalah bagian dari perjuangan yang besar. “Ladang amal itu tidak pernah kering,” katanya suatu ketika. "Yang kering adalah hati kita yang tak mau memetik hasilnya."
Kegiatan IKPS, baik berupa silaturahmi, olah raga, maupun program-program sosial lainnya, adalah wujud nyata dari semangat menebar kebaikan. Ini adalah ajakan yang terus digaungkan: bahwa hidup ini akan bermakna ketika kita memilih untuk menjadi manfaat bagi orang lain.
Ritme yang Abadi: Dari Langkah Kecil ke Pergerakan Besar
Dalam setiap tahapan perjalanan IKPS, ritme gerak ini terus menemukan keselarasan dengan zaman tanpa kehilangan esensi dasarnya. Generasi demi generasi mewarisi nilai-nilai yang ditanamkan oleh pendiri dan pemimpin awalnya, lalu menyesuaikannya dengan kebutuhan masa kini.
Kita bisa melihat bagaimana pertemuan Ramadhan yang sederhana, misalnya kini tidak hanya menjadi ruang nostalgia, tetapi juga wadah berbagi ilmu dan pengalaman. Di situlah ritme gerak IKPS menginspirasi: bahwa setiap langkah, sekecil apa pun, bisa menjadi awal dari pergerakan besar yang membawa manfaat lebih luas.
Menghidupkan Jiwa, Menerangi Dunia
Jika ritme IKPS adalah sebuah lagu, maka ia adalah lagu yang menghidupkan jiwa dan menikmati dunia. Setiap notasinya adalah pesan tentang kebersamaan, silaturahmi, dan kebaikan. Setiap nadanya mengingatkan kita bahwa kita tidak pernah berjalan sendiri dalam hidup ini.
Ritme ini adalah warisan yang harus terus dijaga dan dikembangkan. Sebagai anggota, simpatisan, atau siapa saja yang pernah merasakan sentuhan harmoni dari IKPS, kami memiliki tanggung jawab untuk melanjutkan gerakan ini.
Seperti gerimis yang perlahan menyuburkan tanah, ritme gerak IKPS tidak langsung menimbulkan perubahan besar. Namun, ia terus bekerja, tetes demi tetes, langkah demi langkah, hingga akhirnya menciptakan taman yang indah yang dapat dinikmati semua orang.
Dan kini, pertanyaannya adalah: apakah kita siap menjadi bagian dari ritme ini, menari bersama dalam harmoni, dan menyemai kebaikan untuk dunia yang lebih indah?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

๐Œ๐ž๐ง๐ฒ๐ฎ๐ฅ๐š๐ฆ ๐€๐ซ๐š๐ก, ๐Œ๐ž๐ซ๐š๐ฐ๐š๐ญ ๐‰๐ž๐ฃ๐š๐ค: ๐Ž๐›๐ซ๐จ๐ฅ๐š๐ง ๐๐š๐ ๐ข ๐๐š๐ซ๐ข ๐–๐ข๐ฌ๐ฆ๐š ๐ˆ๐ง๐๐ซ๐š๐ฃ๐š๐ญ๐ข

Oleh : LAR (Sang Pengelana Pendidikan)   Pagi itu, Minggu, 29 Juni 2025, jam menunjukkan pukul 06.30 ketika udara Liabuku masih segar, seperti baru dicuci oleh hujan rintik-rintik yang reda beberapa saat sebelumnya. Kabut tipis menyelimut bukit-bukit kecil di kejauhan, seakan menyambut hangat pagi yang penuh harapan. Di sebuah sudut pondok yang sederhana namun bermakna—Wisma Indrajati, Pondok Pesantren Al-Amanah Liabuku—terjadi pertemuan kecil, namun sarat makna. Kami duduk berhadapan dalam suasana santai, tak ada podium, tak ada protokol. Hanya segelas kopi hangat, semangkuk geroncong, dan tuli-tuli, yang panasnya masih mengepul, beberapa bungkus nasi kuning, dan tawa-tawa ringan yang kadang pecah menembus diam. Saya, Ustad Riyan Ahmad, dan Ustad Roni, dan  menjadi pendengar setia dalam perbincangan yang membuka tabir masa depan, dan menyusul  Ustad Falah Sabirin yang keberadaannya tidak sampai selesai, karena harus segera menghadiri rapat di Ponpes Al-Syaikh Abdul Wahid...

๐‰๐ž๐ฃ๐š๐ค ๐‚๐š๐ก๐š๐ฒ๐š ๐๐š๐ซ๐ข ๐“๐ข๐ฆ๐ฎ๐ซ: ๐’๐š๐ง๐ญ๐ซ๐ข ๐€๐ฅ-๐’๐ฒ๐š๐ข๐ค๐ก ๐€๐›๐๐ฎ๐ฅ ๐–๐š๐ก๐ข๐ ๐Œ๐ž๐ง๐ž๐ฆ๐›๐ฎ๐ฌ ๐‹๐š๐ง๐ ๐ข๐ญ ๐€๐ฅ-๐€๐ณ๐ก๐š๐ซ

Oleh: La Rudi S.Hum., M.Pd (Alumni Permata Angk. 3 Ponpes Saw) Di antara deru ombak Buton dan sunyi malam Baubau yang mendalam, kabar bahagia menyelinap ke relung hati para pencinta ilmu: lima bintang kecil dari timur, santri-santriwati Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid, kini bersiap terbang jauh ke negeri para ulama — Mesir, tanah Al-Azhar yang agung. Alhamdulillah , kelima anak negeri ini — Almawaddah dari Baubau, Fegita dari Siomou, Azhar dari Talaga Buton Tengah, Ld. Fahriansyah dari Lasalimu, dan Ilham dari Lombe Buton Tengah — telah membuktikan bahwa mimpi yang disulam dengan doa dan kerja keras mampu mengalahkan ketatnya seleksi nasional. Mereka lolos sebagai penerima beasiswa Kementerian Agama RI tahun 2025 dan diterima di Universitas Al-Azhar Kairo, institusi pendidikan Islam tertua dan termasyhur di dunia. Bukan jalan lapang yang mereka lalui. Sebaliknya, medan itu terjal dan berliku. Seleksi yang diikuti lebih dari 2.800 peserta dari seluruh Indonesia dilaksanakan de...

๐’๐ข๐ฅ๐š๐ญ๐ฎ๐ซ๐š๐ก๐ฆ๐ข ๐๐š๐ง ๐Š๐ž๐›๐ž๐ซ๐ฌ๐š๐ฆ๐š๐š๐ง: ๐‚๐š๐ก๐š๐ฒ๐š ๐€๐›๐š๐๐ข ๐๐š๐ซ๐ข ๐๐ž๐ฆ๐ข๐ค๐ข๐ซ๐š๐ง ๐Š๐‡. ๐Œ๐ฎ๐ก. ๐’๐ฒ๐š๐ก๐š๐ซ๐ฎ๐๐๐ข๐ง ๐’๐š๐ฅ๐ž๐ก, ๐Œ๐€

La Ode Ibrahim S.Pd.I., M.Pd Alumni Perdana Ponpes SAW Di tengah riuh rendah zaman yang kerap memisahkan manusia dalam sekat-sekat individualisme, KH. Muh. Syaharuddin Saleh, MA, hadir sebagai sosok yang menyalakan obor kebersamaan. Dalam keheningan pikiran yang ke dalam, beliau melahirkan gagasan besar tentang silaturahmi sebagai jembatan yang tidak hanya menghubungkan manusia, tetapi juga mengisyaratkan hati dan memperkuat iman. Pemikiran beliau ini tidak hanya menjadi teori yang mengisi kitab, tetapi diterjemahkan dalam langkah-langkah nyata melalui pembentukan Ikatan Keluarga Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid (IKPA) pada tahun 2000. Di mata beliau, silaturahmi bukan sekedar bertemu atau berbicara. Ia adalah seni menyambung hati, membangun jembatan kasih sayang, dan menciptakan ruang di mana manusia bisa saling mendukung. Gagasan ini disampaikan pada saat saya ditunjuk sebagai ketua pertama IKPA. Ini dasar memahami silaturahmi sebagai pilar utama dalam membangun kebersamaan di ...