Langsung ke konten utama

𝐌𝐞𝐧𝐠𝐡𝐢𝐝𝐮𝐩𝐤𝐚𝐧 𝐆𝐢𝐚𝐭 𝐃𝐢𝐬𝐤𝐮𝐬𝐢 𝐝𝐢 𝐊𝐚𝐥𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐈𝐊𝐏𝐒 𝐒𝐀𝐖: 𝐌𝐞𝐧𝐠𝐚𝐬𝐚𝐡 𝐈𝐧𝐭𝐞𝐥𝐞𝐤𝐭𝐮𝐚𝐥, 𝐌𝐞𝐧𝐠𝐮𝐤𝐢𝐫 𝐌𝐚𝐬𝐚 𝐃𝐞𝐩𝐚𝐧

La Ode Ibrahim S.Pd.I., M.Pd
Mantan Ketua IKPS Saw Periode 2000-2010

Dalam setiap langkah kehidupan, diskusi adalah ladang tempat benih pengetahuan ditanam dan pemikiran pinggiran kota dituai. Di kalangan generasi muda, khususnya anggota Ikatan Keluarga Pondok Pesantren Saw. (IKPS Saw), diskusi bukan hanya kegiatan rutin, tetapi juga ruh yang menghidupkan dinamika intelektual dan spiritual mereka. Diskusi Giat bukan sekadar agenda yang dicatat dalam kalender organisasi, melainkan bagian yang tak terpisahkan dari perjalanan untuk menciptakan generasi yang visioner, kritis, dan solutif.
Di tengah derasnya arus informasi zaman, di mana gagasan saling berlomba melampaui waktu, diskusi menjadi alat yang esensial untuk menajamkan intelektual. Ketika lidah terbiasa berdialog, pikiran pun terbentuk tajam, pandangan meluas, dan perspektif terbuka. Sebuah diskusi adalah laboratorium sosial, tempat ide-ide diuji, keyakinan diperiksa, dan solusi ditemukan.

Diskusi: Cahaya di Tengah Tantangan Zaman

Di era modern ini, tantangan yang dihadapi oleh generasi muda semakin kompleks. Arus globalisasi menyajikan berbagai informasi yang kadang membingungkan antara yang benar dan yang salah. Tak jarang, kecanggihan teknologi mengurangi interaksi langsung, memunculkan generasi yang lebih sibuk dengan layar daripada percakapan bermakna.

Dalam situasi ini, menghidupkan diskusi besar di kalangan IKPS Saw. adalah seperti menyalakan obor di tengah kegelapan. Diskusi mampu menjadi media untuk menelaah fenomena sosial, melontarkan masalah, hingga menemukan arah solusi. Melalui dialog, anggota IKPS tidak hanya membangun kedalaman intelektual, tetapi juga memperkokoh ikatan emosional dan solidaritas. Diskusi, dengan segala dinamikanya, menjadi latihan untuk berpikir kritis, sekaligus memperkuat ukhuwah Islamiyah di antara para anggota.

Membangun Tradisi Diskusi: Sebuah Keniscayaan

Pembahasan tradisi yang aktif dan konstruktif tidak muncul dengan sendirinya. Ia lahir dari kesadaran kolektif akan pentingnya intelektualisme dalam berorganisasi. Diskusi yang hidup memerlukan tiga unsur utama: ruang yang kondusif, gagasan yang segar, dan semangat dialog yang inklusif.

1. Ruang yang Kondusif. 

Diskusi membutuhkan ruang yang mendukung dialog bebas dari rasa takut atau tekanan. Dalam lingkup IKPS Saw., ini berarti menciptakan suasana egaliter, di mana setiap anggota memiliki kesempatan yang sama untuk menyampaikannya. Aula sederhana, ruang terbuka, atau bahkan kelompok kecil di masjid setempat bisa menjadi tempat yang ideal untuk menghidupkan kembali tradisi diskusi. Ruang bukan hanya tentang lokasi fisik, melainkan juga tentang atmosfer yang mendukung tumbuhnya ide-ide.

2. Gagasan yang Segar

Agar diskusi tetap menarik dan relevan, perlu ada topik-topik yang menyentuh kebutuhan dan realitas anggota. Dari isu-isu keislaman, sosial, hingga masalah kontemporer seperti lingkungan, teknologi, dan pendidikan, semua bisa menjadi bahan bakar untuk diskusi yang dinamis. Penting untuk menjadikan diskusi bukan sekedar rutinitas, tetapi wahana untuk merangsang rasa ingin tahu dan memperdalam wawasan.

3. Semangat Dialog yang Inklusif

Dalam setiap diskusi, perbedaan pendapat adalah hal yang lumrah. Terlebih lagi, dari perbedaan itulah menuju jalan pemahaman yang lebih luas akan terbuka. Giat IKPS Saw harus mendorong setiap anggotanya untuk mendengar dengan hati terbuka, menghargai pendapat yang berbeda, dan belajar dari sudut pandang orang lain. Dialog yang mencakup menumbuhkan kedewasaan berpikir, meningkatkan kemampuan analitis, dan memperkuat tali ukhuwah.

Mengasah Intelektual, Mencetak Pemimpin Masa Depan

Sejarah mencatat, diskusi adalah jalan para pemimpin besar yang memberikan kebijaksanaan. Imam Syafi'i, seorang ulama besar Islam, dikenal dengan kecerdasannya yang lahir dari kebiasaannya berdiskusi. Ia pernah berkata, “Ketika saya berdiskusi dengan seseorang, saya tidak berharap untuk menang, tetapi berharap kebenaran muncul.” Sikap ini menggambarkan bahwa tujuan diskusi bukanlah untuk mencari siapa yang unggul, melainkan untuk menemukan pencerahan bersama.

Bagi IKPS Saw., tradisi diskusi dapat menjadi sarana mencetak calon pemimpin. Dalam setiap diskusi, anggota belajar tentang cara mengutarakan pendapat dengan santun, mendengar dengan empati, dan berpikir dengan logika yang tajam. Keahlian ini tidak hanya penting untuk kehidupan organisasi, tetapi juga untuk kehidupan masyarakat yang lebih luas. Pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu memahami berbagai perspektif dan menyatukan perbedaan untuk kebaikan bersama.

Sastra yang Hidup di Tengah Percakapan

Diskusi yang sehat adalah seni. Ia memerlukan tata bahasa yang tertata, emosi yang terkendali, dan narasi yang indah. Di sinilah media diskusi menjadi untuk menghidupkan keindahan sastra dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata bukan hanya diucapkan, tetapi dirangkai menjadi jembatan yang menghubungkan pikiran-pikiran besar. Setiap argumen menjadi paragraf yang menuliskan bab baru dalam perjalanan intelektual organisasi.

Ketika diskusi dihidupkan dengan cita rasa sastra, maka setiap kata yang terucap bukan hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga menjadi kendaraan untuk menggerakkan hati dan pikiran. Dalam diskusi yang puitis, argumentasi menjadi lebih bernyawa, kritik terasa lebih manusiawi, dan solusi tampak lebih bersahaja.

Merawat Tradisi untuk Masa Depan

Menghidupkan diskusi aktif dan terprogram di kalangan IKPS Saw. bukanlah tugas sekali jalan. Ia membutuhkan upaya berkelanjutan, dedikasi yang tulus, dan komitmen yang kuat. Anggota IKPS harus menjadikan diskusi sebagai tradisi yang terus dipelihara, diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Diskusi adalah jantung organisasi, dorongan yang menjaga IKPS tetap hidup dan relevan.

Ke depan, diskusi di IKPS Saw. Bisa dikembangkan dengan melibatkan unsur-unsur lain seperti pemanfaatan teknologi. Webinar, diskusi berani, atau kolaborasi dengan komunitas intelektual lainnya bisa menjadi cara untuk memperluas wawasan anggota. Dengan demikian, diskusi tradisi tidak hanya hidup, tetapi juga terus berkembang mengikuti zaman.

Penutup: Diskusi Sebagai Perjalanan Menuju Kebijaksanaan

Diskusi adalah nafas intelektual. Ia menyadarkan kita bahwa kebenaran tidak selalu hitam atau putih, tetapi kadang tersembunyi di antara bayangan-bayangan abu-abu. Bagi IKPS Saw., diskusi bukan hanya cara untuk berbicara, tetapi juga cara untuk mendengarkan; bukan hanya jalan untuk menyampaikan gagasan, tetapi juga jembatan untuk memahami gagasan orang lain.

Dalam semangat berdiskusi, kita belajar bahwa pengetahuan bukanlah milik pribadi, tetapi cahaya yang harus dibagikan. Dari sini, IKPS Saw. akan terus melangkah, melahirkan generasi yang tidak hanya berpikir kritis, tetapi juga bertindak bijaksana, membangun peradaban yang lebih baik, memilih demi memilih.

Selamat berdiskusi, IKPS Saw.!

Mari kita jadikan setiap pertemuan sebagai momen untuk saling mencerdaskan, setiap argumen sebagai sarana untuk mendekatkan, dan setiap diskusi sebagai jejak menuju masa depan yang lebih cerah. Karena dalam diskusi yang hidup, intelektual menemukan rumahnya, dan masa depan menemukan jalannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

𝐌𝐞𝐧𝐲𝐮𝐥𝐚𝐦 𝐀𝐫𝐚𝐡, 𝐌𝐞𝐫𝐚𝐰𝐚𝐭 𝐉𝐞𝐣𝐚𝐤: 𝐎𝐛𝐫𝐨𝐥𝐚𝐧 𝐏𝐚𝐠𝐢 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐖𝐢𝐬𝐦𝐚 𝐈𝐧𝐝𝐫𝐚𝐣𝐚𝐭𝐢

Oleh : LAR (Sang Pengelana Pendidikan)   Pagi itu, Minggu, 29 Juni 2025, jam menunjukkan pukul 06.30 ketika udara Liabuku masih segar, seperti baru dicuci oleh hujan rintik-rintik yang reda beberapa saat sebelumnya. Kabut tipis menyelimut bukit-bukit kecil di kejauhan, seakan menyambut hangat pagi yang penuh harapan. Di sebuah sudut pondok yang sederhana namun bermakna—Wisma Indrajati, Pondok Pesantren Al-Amanah Liabuku—terjadi pertemuan kecil, namun sarat makna. Kami duduk berhadapan dalam suasana santai, tak ada podium, tak ada protokol. Hanya segelas kopi hangat, semangkuk geroncong, dan tuli-tuli, yang panasnya masih mengepul, beberapa bungkus nasi kuning, dan tawa-tawa ringan yang kadang pecah menembus diam. Saya, Ustad Riyan Ahmad, dan Ustad Roni, dan  menjadi pendengar setia dalam perbincangan yang membuka tabir masa depan, dan menyusul  Ustad Falah Sabirin yang keberadaannya tidak sampai selesai, karena harus segera menghadiri rapat di Ponpes Al-Syaikh Abdul Wahid...

𝐉𝐞𝐣𝐚𝐤 𝐂𝐚𝐡𝐚𝐲𝐚 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐓𝐢𝐦𝐮𝐫: 𝐒𝐚𝐧𝐭𝐫𝐢 𝐀𝐥-𝐒𝐲𝐚𝐢𝐤𝐡 𝐀𝐛𝐝𝐮𝐥 𝐖𝐚𝐡𝐢𝐝 𝐌𝐞𝐧𝐞𝐦𝐛𝐮𝐬 𝐋𝐚𝐧𝐠𝐢𝐭 𝐀𝐥-𝐀𝐳𝐡𝐚𝐫

Oleh: La Rudi S.Hum., M.Pd (Alumni Permata Angk. 3 Ponpes Saw) Di antara deru ombak Buton dan sunyi malam Baubau yang mendalam, kabar bahagia menyelinap ke relung hati para pencinta ilmu: lima bintang kecil dari timur, santri-santriwati Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid, kini bersiap terbang jauh ke negeri para ulama — Mesir, tanah Al-Azhar yang agung. Alhamdulillah , kelima anak negeri ini — Almawaddah dari Baubau, Fegita dari Siomou, Azhar dari Talaga Buton Tengah, Ld. Fahriansyah dari Lasalimu, dan Ilham dari Lombe Buton Tengah — telah membuktikan bahwa mimpi yang disulam dengan doa dan kerja keras mampu mengalahkan ketatnya seleksi nasional. Mereka lolos sebagai penerima beasiswa Kementerian Agama RI tahun 2025 dan diterima di Universitas Al-Azhar Kairo, institusi pendidikan Islam tertua dan termasyhur di dunia. Bukan jalan lapang yang mereka lalui. Sebaliknya, medan itu terjal dan berliku. Seleksi yang diikuti lebih dari 2.800 peserta dari seluruh Indonesia dilaksanakan de...

𝐒𝐢𝐥𝐚𝐭𝐮𝐫𝐚𝐡𝐦𝐢 𝐝𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐛𝐞𝐫𝐬𝐚𝐦𝐚𝐚𝐧: 𝐂𝐚𝐡𝐚𝐲𝐚 𝐀𝐛𝐚𝐝𝐢 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐏𝐞𝐦𝐢𝐤𝐢𝐫𝐚𝐧 𝐊𝐇. 𝐌𝐮𝐡. 𝐒𝐲𝐚𝐡𝐚𝐫𝐮𝐝𝐝𝐢𝐧 𝐒𝐚𝐥𝐞𝐡, 𝐌𝐀

La Ode Ibrahim S.Pd.I., M.Pd Alumni Perdana Ponpes SAW Di tengah riuh rendah zaman yang kerap memisahkan manusia dalam sekat-sekat individualisme, KH. Muh. Syaharuddin Saleh, MA, hadir sebagai sosok yang menyalakan obor kebersamaan. Dalam keheningan pikiran yang ke dalam, beliau melahirkan gagasan besar tentang silaturahmi sebagai jembatan yang tidak hanya menghubungkan manusia, tetapi juga mengisyaratkan hati dan memperkuat iman. Pemikiran beliau ini tidak hanya menjadi teori yang mengisi kitab, tetapi diterjemahkan dalam langkah-langkah nyata melalui pembentukan Ikatan Keluarga Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid (IKPA) pada tahun 2000. Di mata beliau, silaturahmi bukan sekedar bertemu atau berbicara. Ia adalah seni menyambung hati, membangun jembatan kasih sayang, dan menciptakan ruang di mana manusia bisa saling mendukung. Gagasan ini disampaikan pada saat saya ditunjuk sebagai ketua pertama IKPA. Ini dasar memahami silaturahmi sebagai pilar utama dalam membangun kebersamaan di ...