Langsung ke konten utama

𝐈𝐊𝐏𝐒 𝐒𝐀𝐖 𝐝𝐚𝐧 𝐈𝐬𝐥𝐚𝐦 𝐝𝐢 𝐊𝐞𝐩𝐮𝐥𝐚𝐮𝐚𝐧 𝐁𝐮𝐭𝐨𝐧: 𝐌𝐞𝐧𝐠𝐮𝐚𝐭𝐤𝐚𝐧 𝐉𝐞𝐣𝐚𝐤, 𝐌𝐞𝐧𝐲𝐞𝐦𝐚𝐢 𝐇𝐚𝐫𝐚𝐩𝐚𝐧

La Rudi S.Hum., M.Pd
Alumni Permata Angk. 3 Ponpes Saw
Kepulauan Buton, dengan segala kekayaan budaya dan sejarahnya, telah lama menjadi salah satu pusat perkembangan Islam di Nusantara. Islam di wilayah ini tidak hanya menjadi agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat, tetapi juga menjadi bagian integral dari identitas budaya dan kehidupan sehari-hari. Salah satu pilar yang terus menjaga kelanjutan tradisi Islam di Buton adalah keberadaan pondok pesantren, termasuk Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid (SAW), yang menjadi tempat lahirnya generasi penerus berakhlak mulia.
Sebagai komunitas alumni yang berasal dari pesantren ini, Ikatan Keluarga Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid (IKPS SAW) memiliki peran strategis untuk memperkuat nilai-nilai Islam di Kepulauan Buton. Tidak hanya sebagai wadah silaturahmi, IKPS SAW dapat menjadi penggerak perubahan yang membawa harapan baru bagi masyarakat, baik melalui dakwah, pendidikan, maupun kegiatan sosial.
Islam di Kepulauan Buton: Warisan yang Terus Hidup
Islam datang ke Buton melalui jalur perdagangan dan dakwah para ulama. Seiring berjalannya waktu, Islam menjadi kekuatan yang menyatukan masyarakat dan membentuk peradaban di wilayah ini. Salah satu bukti nyata adalah Kesultanan Buton yang menjadikan Islam sebagai dasar hukum dan mengatur tata pemerintahan. Tradisi keagamaan, seperti zikir bersama, perayaan Maulid Nabi, dan ritual adat berbasis syariah, menjadi cerminan keharmonisan antara Islam dan budaya lokal.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, tantangan baru pun muncul. Arus modernisasi, globalisasi, dan perubahan sosial sering kali menggeser nilai-nilai tradisional, termasuk nilai-nilai keislaman. Dalam konteks ini, peran lembaga seperti IKPS SAW menjadi semakin relevan untuk menjaga hasrat Islam sebagai identitas utama masyarakat Buton.
IKPS SAW: Menjaga Silaturahmi untuk Menguatkan Islam
Sebagai wadah alumni, IKPS SAW mempunyai tanggung jawab besar untuk menjadi perekat antara nilai-nilai Islam, tradisi lokal, dan perkembangan zaman. Melalui silaturahmi yang terorganisasi, alumni dapat berbagi pengalaman, pengetahuan, dan inspirasi untuk menghadapi tantangan bersama.
IKPS SAW juga dapat berfungsi sebagai forum yang memadukan generasi muda dengan para tokoh masyarakat dan ulama. Kolaborasi ini penting untuk memulihkan kembali nilai-nilai Islam yang kuat di tengah masyarakat. Dengan menjadikan silaturahmi sebagai pijakan, IKPS SAW mampu mempererat hubungan antar alumni, sekaligus menjembatani komunikasi dengan masyarakat luas.
Pendidikan sebagai Kunci Penguatan Islam
Salah satu warisan terpenting dari Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid adalah pendidikan. Dalam konteks ini, IKPS SAW dapat memainkan peran penting sebagai motor penggerak pendidikan Islam di Buton. Misalnya, IKPS SAW dapat mendirikan lembaga pendidikan berbasis Islam yang mengintegrasikan ilmu agama dengan keterampilan modern.
Selain itu, program beasiswa untuk santri atau pelajar dapat menjadi salah satu kontribusi nyata IKPS SAW dalam mendukung pengembangan sumber daya manusia di Buton. Dengan pendidikan yang berkualitas, generasi muda akan memiliki bekal yang cukup untuk menjaga dan mengembangkan nilai-nilai Islam di masa depan.
Dakwah yang Relevan dengan Zaman
Di era digital seperti sekarang, dakwah memiliki tantangan baru sekaligus peluang besar. IKPS SAW dapat mengambil peran dalam menyebarkan nilai-nilai Islam melalui media sosial, video edukasi, atau podcast Islami. Konten-konten ini tidak hanya menjangkau masyarakat lokal, tetapi juga membuka pintu bagi dunia luar untuk mengenalkan Islam di Buton.
Selain itu, dakwah berbasis komunitas juga dapat dilakukan, seperti mengadakan kajian rutin, diskusi keislaman, atau pelatihan dakwah bagi generasi muda. Dengan pendekatan yang relevan dan inklusif, IKPS SAW dapat menjadi agen perubahan yang memperkuat nilai-nilai Islam di Kepulauan Buton.
Kontribusi Sosial sebagai Amal Jariyah
Amal jariyah adalah salah satu investasi akhirat yang dapat dilakukan oleh komunitas seperti IKPS SAW. Dengan menggerakkan program-program sosial, seperti bantuan untuk fakir miskin, pemberdayaan ekonomi umat, atau pembangunan fasilitas umum, IKPS SAW tidak hanya memperkuat eksistensinya, tetapi juga memberikan manfaat langsung bagi masyarakat.
Misalnya, IKPS SAW dapat menginisiasi program pemberdayaan nelayan atau petani di Buton, yang merupakan mata pencaharian utama masyarakat. Dengan memberikan pelatihan, pendampingan, atau akses ke pasar, program ini akan membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sekaligus menjadi bentuk dakwah yang nyata.
Membangun Masa Depan yang Lebih Cerah
Untuk memastikan keberlangsungan peran IKPS SAW, diperlukan visi yang jelas dan kepemimpinan yang kuat. IKPS SAW harus mampu mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan inovasi modern untuk menjawab tantangan zaman. Dengan pendekatan yang strategis dan berbasis pada kebutuhan masyarakat, IKPS SAW dapat menjadi organisasi yang tidak hanya menjaga warisan Islam di Buton, tetapi juga membawa perubahan positif bagi umat.
Refleksi Akhir: Cahaya Islam yang Terus Bersinar
IKPS SAW adalah cerminan dari semangat Islam (api Islam) yang mulai memudar di Kepulauan Buton. Sebagai organisasi alumni, IKPS SAW memiliki potensi besar untuk menjaga, memperkuat, dan menyebarkan nilai-nilai Islam melalui pendidikan, dakwah, dan kontribusi sosial.
Dengan menjadikan Islam sebagai landasan dan Kepulauan Buton sebagai panggung pengabdian, IKPS SAW dapat terus menyalakan cahaya yang tidak hanya menyalurkan masyarakat lokal, tetapi juga menjadi inspirasi bagi dunia luar. Mari bersama-sama menjaga cahaya ini tetap menyala, menyemai harapan, dan memperkuat jejak Islam di tanah Buton untuk generasi yang akan datang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

𝐌𝐞𝐧𝐲𝐮𝐥𝐚𝐦 𝐀𝐫𝐚𝐡, 𝐌𝐞𝐫𝐚𝐰𝐚𝐭 𝐉𝐞𝐣𝐚𝐤: 𝐎𝐛𝐫𝐨𝐥𝐚𝐧 𝐏𝐚𝐠𝐢 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐖𝐢𝐬𝐦𝐚 𝐈𝐧𝐝𝐫𝐚𝐣𝐚𝐭𝐢

Oleh : LAR (Sang Pengelana Pendidikan)   Pagi itu, Minggu, 29 Juni 2025, jam menunjukkan pukul 06.30 ketika udara Liabuku masih segar, seperti baru dicuci oleh hujan rintik-rintik yang reda beberapa saat sebelumnya. Kabut tipis menyelimut bukit-bukit kecil di kejauhan, seakan menyambut hangat pagi yang penuh harapan. Di sebuah sudut pondok yang sederhana namun bermakna—Wisma Indrajati, Pondok Pesantren Al-Amanah Liabuku—terjadi pertemuan kecil, namun sarat makna. Kami duduk berhadapan dalam suasana santai, tak ada podium, tak ada protokol. Hanya segelas kopi hangat, semangkuk geroncong, dan tuli-tuli, yang panasnya masih mengepul, beberapa bungkus nasi kuning, dan tawa-tawa ringan yang kadang pecah menembus diam. Saya, Ustad Riyan Ahmad, dan Ustad Roni, dan  menjadi pendengar setia dalam perbincangan yang membuka tabir masa depan, dan menyusul  Ustad Falah Sabirin yang keberadaannya tidak sampai selesai, karena harus segera menghadiri rapat di Ponpes Al-Syaikh Abdul Wahid...

𝐉𝐞𝐣𝐚𝐤 𝐂𝐚𝐡𝐚𝐲𝐚 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐓𝐢𝐦𝐮𝐫: 𝐒𝐚𝐧𝐭𝐫𝐢 𝐀𝐥-𝐒𝐲𝐚𝐢𝐤𝐡 𝐀𝐛𝐝𝐮𝐥 𝐖𝐚𝐡𝐢𝐝 𝐌𝐞𝐧𝐞𝐦𝐛𝐮𝐬 𝐋𝐚𝐧𝐠𝐢𝐭 𝐀𝐥-𝐀𝐳𝐡𝐚𝐫

Oleh: La Rudi S.Hum., M.Pd (Alumni Permata Angk. 3 Ponpes Saw) Di antara deru ombak Buton dan sunyi malam Baubau yang mendalam, kabar bahagia menyelinap ke relung hati para pencinta ilmu: lima bintang kecil dari timur, santri-santriwati Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid, kini bersiap terbang jauh ke negeri para ulama — Mesir, tanah Al-Azhar yang agung. Alhamdulillah , kelima anak negeri ini — Almawaddah dari Baubau, Fegita dari Siomou, Azhar dari Talaga Buton Tengah, Ld. Fahriansyah dari Lasalimu, dan Ilham dari Lombe Buton Tengah — telah membuktikan bahwa mimpi yang disulam dengan doa dan kerja keras mampu mengalahkan ketatnya seleksi nasional. Mereka lolos sebagai penerima beasiswa Kementerian Agama RI tahun 2025 dan diterima di Universitas Al-Azhar Kairo, institusi pendidikan Islam tertua dan termasyhur di dunia. Bukan jalan lapang yang mereka lalui. Sebaliknya, medan itu terjal dan berliku. Seleksi yang diikuti lebih dari 2.800 peserta dari seluruh Indonesia dilaksanakan de...

𝐒𝐢𝐥𝐚𝐭𝐮𝐫𝐚𝐡𝐦𝐢 𝐝𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐛𝐞𝐫𝐬𝐚𝐦𝐚𝐚𝐧: 𝐂𝐚𝐡𝐚𝐲𝐚 𝐀𝐛𝐚𝐝𝐢 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐏𝐞𝐦𝐢𝐤𝐢𝐫𝐚𝐧 𝐊𝐇. 𝐌𝐮𝐡. 𝐒𝐲𝐚𝐡𝐚𝐫𝐮𝐝𝐝𝐢𝐧 𝐒𝐚𝐥𝐞𝐡, 𝐌𝐀

La Ode Ibrahim S.Pd.I., M.Pd Alumni Perdana Ponpes SAW Di tengah riuh rendah zaman yang kerap memisahkan manusia dalam sekat-sekat individualisme, KH. Muh. Syaharuddin Saleh, MA, hadir sebagai sosok yang menyalakan obor kebersamaan. Dalam keheningan pikiran yang ke dalam, beliau melahirkan gagasan besar tentang silaturahmi sebagai jembatan yang tidak hanya menghubungkan manusia, tetapi juga mengisyaratkan hati dan memperkuat iman. Pemikiran beliau ini tidak hanya menjadi teori yang mengisi kitab, tetapi diterjemahkan dalam langkah-langkah nyata melalui pembentukan Ikatan Keluarga Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid (IKPA) pada tahun 2000. Di mata beliau, silaturahmi bukan sekedar bertemu atau berbicara. Ia adalah seni menyambung hati, membangun jembatan kasih sayang, dan menciptakan ruang di mana manusia bisa saling mendukung. Gagasan ini disampaikan pada saat saya ditunjuk sebagai ketua pertama IKPA. Ini dasar memahami silaturahmi sebagai pilar utama dalam membangun kebersamaan di ...