Langsung ke konten utama

𝐊𝐢𝐭𝐚 𝐀𝐥𝐮𝐦𝐧𝐢 𝐀𝐥-𝐒𝐲𝐚𝐢𝐤𝐡 𝐀𝐛𝐝𝐮𝐥 𝐖𝐚𝐡𝐢𝐝: 𝐁𝐞𝐫𝐚𝐧𝐢 𝐁𝐢𝐜𝐚𝐫𝐚, 𝐒𝐢𝐚𝐩 𝐌𝐞𝐧𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐀𝐠𝐞𝐧 𝐏𝐞𝐫𝐮𝐛𝐚𝐡𝐚𝐧


La Rudi S.HUM., M.Pd
Alumni Permata Angk. 3 Ponpes Saw
Di setiap generasi, selalu ada mereka yang memilih diam, membiarkan arus kehidupan membawa mereka tanpa arah. Namun, ada pula mereka yang berani bersuara, menggerakkan langkah, dan menjadi obor di tengah kegelapan. Kita, alumni Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid, bukanlah mereka yang hanya berdiri di tepian. Kita adalah mereka yang siap terjun ke dalam samudra perubahan, menjadi agen transformasi bagi umat dan bangsa.
Di pondok ini, kita tidak hanya diajar membaca kitab dan menghafal ayat-ayat suci, tetapi juga diajarkan untuk berpikir, menganalisis, dan bertindak. Kita diajarkan bahwa Islam bukan hanya tentang ritual ibadah, tetapi juga tentang kepedulian sosial, keadilan, dan perjuangan. Kita tumbuh dengan nilai-nilai yang mengajarkan bahwa perubahan adalah keniscayaan, dan kita harus menjadi bagian dari perubahan itu, bukan hanya sekedar penonton.

Menjadi Alumni yang Berani Berbicara

Sering kali, dalam masyarakat, kita melihat pola pikir yang cenderung konservatif— ketakutan akan perubahan, kekhawatiran akan hal-hal baru. Namun, kita alumni Al-Syaikh Abdul Wahid, telah ditempa dengan pemahaman yang luas bahwa perubahan bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, tetapi harus dikelola dengan kebijaksanaan.
Dari para ustaz dan kyai, kita belajar bahwa Islam adalah agama yang dinamis. Nabi Muhammad SAW sendiri adalah seorang reformis, seorang pemimpin yang membawa perubahan besar dalam peradaban manusia. Maka, bagaimana mungkin kita, yang mengaku sebagai penerusnya, justru takut berbicara tentang perubahan?
Menjadi agen perubahan bukan berarti kita harus menggugat tradisi atau menghapus yang telah ada. Sebaliknya, kita adalah jembatan antara nilai-nilai lama yang baik dan gagasan-gagasan baru yang lebih relevan. Kita harus cukup terbuka untuk berdialog tentang isu-isu sosial, ekonomi, dan pendidikan. Kita harus berani membahas tantangan zaman tanpa merasa terkungkung oleh dogma yang kaku.

Islam dan Perubahan: Sebuah Kewajiban

Dalam sejarah Islam, kita melihat bahwa setiap zaman memiliki tantangannya sendiri, dan selalu ada orang-orang yang bangkit untuk membawa perubahan. Para sahabat Rasulullah adalah agen perubahan. Para ulama klasik seperti Imam Syafi'i, Imam Al-Ghazali, dan Ibnu Khaldun adalah pemikir-pemikir yang tidak hanya menerima keadaan, tetapi mencari solusi bagi umatnya.

Kita, sebagai alumni pondok pesantren, mempunyai tanggung jawab moral untuk meneruskan perjuangan ini. Di era digital ini, kita tidak bisa menjadi generasi yang hanya pasif menerima arus informasi. Kita harus menjadi generasi yang mampu mengolah informasi, menganalisisnya, dan memberikan kontribusi nyata.

Ketika dunia menghadapi krisis moral, kita harus berani berbicara tentang etika dan spiritualitas. Ketika umat menghadapi tantangan ekonomi, kita harus mampu menawarkan solusi berbasis nilai-nilai Islam. Ketika teknologi berkembang pesat, kita harus bisa menyesuaikan diri tanpa kehilangan jati diri.

Dari Pondok ke Dunia Nyata: Saatnya Bertindak

Banyak yang beranggapan bahwa lulusan pesantren hanya cocok menjadi pendakwah di mimbar-mimbar masjid. Namun, kita harus membuktikan bahwa alumni pesantren juga bisa menjadi pemimpin, akademisi, pengusaha, atau profesional di berbagai bidang.

Perubahan tidak harus selalu berskala besar. Terkadang, perubahan dimulai dari langkah-langkah kecil yang dilakukan dengan konsisten. Misalnya, bagaimana kita membawa nilai-nilai kejujuran dalam dunia kerja, bagaimana kita membangun komunitas yang berorientasi pada kemaslahatan umat, dan bagaimana kita menyebarkan pemikiran yang konstruktif di ruang publik.

Kita bisa menulis, berbicara, dan berdiskusi. Kita bisa mengajukan ide-ide segar untuk perbaikan sistem pendidikan, ekonomi syariah, atau tata kelola sosial yang lebih adil. Kita tidak boleh takut dikritik, karena kritik adalah bagian dari proses pertumbuhan intelektual.

Perubahan Dimulai dari Keberanian Berbicara

Banyak perubahan besar dalam sejarah dimulai dari keberanian untuk berbicara. Nabi Musa AS menghadapi Fir'aun dengan kata-kata yang penuh keberanian. Rasulullah SAW menyampaikan risalah Islam di tengah masyarakat yang menentangnya.

Kita, alumni Al-Syaikh Abdul Wahid, harus mengambil inspirasi dari mereka. Kita tidak boleh diam ketika melihat ketidakadilan. Kita harus menjadi suara bagi mereka yang tertindas. Kita harus menjadi cahaya bagi mereka yang mencari jalan.

Namun, berbicara tentang perubahan bukan berarti kita harus selalu melawan. Berbicara tentang perubahan juga berarti membangun narasi yang lebih baik, mencari solusi, dan mengajak orang lain untuk berpikir lebih luas.

Kita harus menjadi pemimpin opini di berbagai bidang. Kita harus menulis buku, artikel, dan esai yang bisa membuka wawasan masyarakat. Kita harus memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan gagasan yang membangun, bukan sekadar mengikuti tren tanpa arah.

Pesantren sebagai Kawah Candradimuka Para Agen Perubahan

Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid bukan hanya tempat untuk belajar, tetapi juga tempat untuk membentuk karakter pemimpin. Kita telah diajarkan tentang disiplin, tanggung jawab, dan keikhlasan dalam berjuang. Kini, saatnya kita membawa nilai-nilai itu ke dunia nyata.

Pondok adalah awal, bukan akhir. Apa yang kita pelajari di pondok harus kita bawa ke masyarakat. Kita harus menjadi solusi bagi umat, bukan sekedar pengamat yang pasif.

Jika kita melihat ketimpangan sosial, maka kita harus berpikir bagaimana solusi Islam dapat membantu. Jika kita melihat generasi muda semakin jauh dari nilai-nilai agama, maka kita harus mencari cara agar Islam tetap relevan bagi mereka. Jika kita melihat banyak orang kehilangan arah dalam kehidupan, maka kita harus menjadi mereka yang membawa pencerahan.

Penutup: Mari Bergerak Bersama

Menjadi alumni Al-Syaikh Abdul Wahid adalah suatu kebanggaan, tetapi juga amanah. Kita telah diberi ilmu, maka kita harus menggunakannya untuk kebaikan. Kita telah diajarkan untuk berpikir, maka kita harus menggunakan pikiran kita untuk mencari solusi.

Perubahan tidak terjadi dalam semalam. Ia membutuhkan keberanian, konsistensi, dan kesabaran. Tetapi, satu hal yang pasti: perubahan akan selalu datang kepada mereka yang berani melangkah.

Mari kita, alumni Al-Syaikh Abdul Wahid, menjadi bagian dari perubahan itu. Mari kita berbicara, berkontribusi, dan bergerak bersama. Karena di tangan kita, masa depan umat ini ditentukan.

"Dan berkata (Muhammad), 'Kebenaran telah datang dan kebatilan telah lenyap.' Sebenarnya kebatilan itu pasti hilang." (QS. Al-Isra : 81)

Kini, saatnya kita menjadi bagian dari kebenaran itu. Saat kita berbicara, saat kita bertindak, saat kita membawa perubahan. SALAM PROGRESS!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

𝐌𝐞𝐧𝐲𝐮𝐥𝐚𝐦 𝐀𝐫𝐚𝐡, 𝐌𝐞𝐫𝐚𝐰𝐚𝐭 𝐉𝐞𝐣𝐚𝐤: 𝐎𝐛𝐫𝐨𝐥𝐚𝐧 𝐏𝐚𝐠𝐢 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐖𝐢𝐬𝐦𝐚 𝐈𝐧𝐝𝐫𝐚𝐣𝐚𝐭𝐢

Oleh : LAR (Sang Pengelana Pendidikan)   Pagi itu, Minggu, 29 Juni 2025, jam menunjukkan pukul 06.30 ketika udara Liabuku masih segar, seperti baru dicuci oleh hujan rintik-rintik yang reda beberapa saat sebelumnya. Kabut tipis menyelimut bukit-bukit kecil di kejauhan, seakan menyambut hangat pagi yang penuh harapan. Di sebuah sudut pondok yang sederhana namun bermakna—Wisma Indrajati, Pondok Pesantren Al-Amanah Liabuku—terjadi pertemuan kecil, namun sarat makna. Kami duduk berhadapan dalam suasana santai, tak ada podium, tak ada protokol. Hanya segelas kopi hangat, semangkuk geroncong, dan tuli-tuli, yang panasnya masih mengepul, beberapa bungkus nasi kuning, dan tawa-tawa ringan yang kadang pecah menembus diam. Saya, Ustad Riyan Ahmad, dan Ustad Roni, dan  menjadi pendengar setia dalam perbincangan yang membuka tabir masa depan, dan menyusul  Ustad Falah Sabirin yang keberadaannya tidak sampai selesai, karena harus segera menghadiri rapat di Ponpes Al-Syaikh Abdul Wahid...

𝐉𝐞𝐣𝐚𝐤 𝐂𝐚𝐡𝐚𝐲𝐚 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐓𝐢𝐦𝐮𝐫: 𝐒𝐚𝐧𝐭𝐫𝐢 𝐀𝐥-𝐒𝐲𝐚𝐢𝐤𝐡 𝐀𝐛𝐝𝐮𝐥 𝐖𝐚𝐡𝐢𝐝 𝐌𝐞𝐧𝐞𝐦𝐛𝐮𝐬 𝐋𝐚𝐧𝐠𝐢𝐭 𝐀𝐥-𝐀𝐳𝐡𝐚𝐫

Oleh: La Rudi S.Hum., M.Pd (Alumni Permata Angk. 3 Ponpes Saw) Di antara deru ombak Buton dan sunyi malam Baubau yang mendalam, kabar bahagia menyelinap ke relung hati para pencinta ilmu: lima bintang kecil dari timur, santri-santriwati Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid, kini bersiap terbang jauh ke negeri para ulama — Mesir, tanah Al-Azhar yang agung. Alhamdulillah , kelima anak negeri ini — Almawaddah dari Baubau, Fegita dari Siomou, Azhar dari Talaga Buton Tengah, Ld. Fahriansyah dari Lasalimu, dan Ilham dari Lombe Buton Tengah — telah membuktikan bahwa mimpi yang disulam dengan doa dan kerja keras mampu mengalahkan ketatnya seleksi nasional. Mereka lolos sebagai penerima beasiswa Kementerian Agama RI tahun 2025 dan diterima di Universitas Al-Azhar Kairo, institusi pendidikan Islam tertua dan termasyhur di dunia. Bukan jalan lapang yang mereka lalui. Sebaliknya, medan itu terjal dan berliku. Seleksi yang diikuti lebih dari 2.800 peserta dari seluruh Indonesia dilaksanakan de...

𝐒𝐢𝐥𝐚𝐭𝐮𝐫𝐚𝐡𝐦𝐢 𝐝𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐛𝐞𝐫𝐬𝐚𝐦𝐚𝐚𝐧: 𝐂𝐚𝐡𝐚𝐲𝐚 𝐀𝐛𝐚𝐝𝐢 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐏𝐞𝐦𝐢𝐤𝐢𝐫𝐚𝐧 𝐊𝐇. 𝐌𝐮𝐡. 𝐒𝐲𝐚𝐡𝐚𝐫𝐮𝐝𝐝𝐢𝐧 𝐒𝐚𝐥𝐞𝐡, 𝐌𝐀

La Ode Ibrahim S.Pd.I., M.Pd Alumni Perdana Ponpes SAW Di tengah riuh rendah zaman yang kerap memisahkan manusia dalam sekat-sekat individualisme, KH. Muh. Syaharuddin Saleh, MA, hadir sebagai sosok yang menyalakan obor kebersamaan. Dalam keheningan pikiran yang ke dalam, beliau melahirkan gagasan besar tentang silaturahmi sebagai jembatan yang tidak hanya menghubungkan manusia, tetapi juga mengisyaratkan hati dan memperkuat iman. Pemikiran beliau ini tidak hanya menjadi teori yang mengisi kitab, tetapi diterjemahkan dalam langkah-langkah nyata melalui pembentukan Ikatan Keluarga Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid (IKPA) pada tahun 2000. Di mata beliau, silaturahmi bukan sekedar bertemu atau berbicara. Ia adalah seni menyambung hati, membangun jembatan kasih sayang, dan menciptakan ruang di mana manusia bisa saling mendukung. Gagasan ini disampaikan pada saat saya ditunjuk sebagai ketua pertama IKPA. Ini dasar memahami silaturahmi sebagai pilar utama dalam membangun kebersamaan di ...