Langsung ke konten utama

𝐌𝐞𝐦𝐛𝐚𝐧𝐠𝐮𝐧 𝐉𝐞𝐣𝐚𝐤, 𝐌𝐞𝐧𝐠𝐮𝐤𝐢𝐫 𝐒𝐞𝐣𝐚𝐫𝐚𝐡: 𝐔𝐫𝐠𝐞𝐧𝐬𝐢 𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐭𝐚𝐚𝐧 𝐈𝐊𝐏𝐒 𝐀𝐥-𝐒𝐲𝐚𝐢𝐤𝐡 𝐀𝐛𝐝𝐮𝐥 𝐖𝐚𝐡𝐢𝐝

La Rudi S.Hum., M.Pd
Alumni Permata Angk.3 Ponpes SAW

Dalam setiap perjalanan, jejak yang tertinggal adalah bukti bahwa kita pernah melangkah. Jejak itu bisa pudar, terlupakan, atau bahkan hilang, kecuali jika ada upaya untuk mencatat dan merawatnya. Seperti tinta yang mengabadikan kisah di lembaran sejarah, begitulah pentingnya pendataan anggota IKPS (Ikatan Keluarga Pondok Pesantren) Al-Syaikh Abdul Wahid.

Setiap anggota IKPS adalah bagian dari mozaik besar yang membentuk wajah pondok ini. Mereka adalah bukti nyata dari keberhasilan pendidikan, karakter yang ditempa dalam kebersamaan, serta ilmu yang pernah mereka teguk dari sumur keilmuan yang tak pernah kering. Namun, tanpa pendataan yang baik, keberadaan mereka akan menjadi cerita yang tercecer, sejarah yang sulit dirangkai, dan potensi yang tak tergarap.

Menghubungkan yang Berserak

Zaman telah berubah. Jika dulu silaturahmi antar anggota IKPS Al-Syaikh Abdul Wahid hanya mengandalkan pertemuan fisik, kini teknologi memungkinkan kita untuk berkomunikasi kembali persaudaraan yang sempat berjauhan. Namun, tanpa data yang jelas, nama-nama yang dulu mengisi hari-hari kita di pondok bisa saja hilang di antara kesibukan dan arus kehidupan.

Pendataan anggota IKPS bukan sekedar urusan administratif, namun merupakan jembatan yang menghubungkan hati-hati yang pernah berjuang bersama. Dari satu nama yang tercatat, akan terbuka jalan untuk mengenal kembali jejaknya—di mana ia sekarang, apa yang ia lakukan, dan bagaimana ia bisa berbagi manfaat dengan yang lain.

Seperti butiran pasir yang jika dikumpulkan bisa menjadi padang luas, anggota IKPS yang berserak jika dihimpun akan menjadi kekuatan besar. Bayangkan jika setiap anggota IKPS tetap terhubung, saling berbagi ilmu, peluang, bahkan bantuan bagi yang membutuhkan. Sebuah jaringan anggota IKPS yang solid dapat menjadi sumber daya yang luar biasa bagi perkembangan pesantren dan juga umat secara keseluruhan.

Mengukir Sejarah, Merancang Masa Depan

Setiap anggota IKPS memiliki kisahnya sendiri. Ada yang menjadi dai, ustad, tentara, polisi, wartawan, guru, dosen, wiraswasta, ada yang meniti karir di pemerintahan, ada yang menjadi pengusaha sukses, dan ada pula yang bergerak di dunia sosial dan pendidikan. Semuanya merupakan representasi dari nilai-nilai yang diajarkan di pondok. Namun, jika tidak terdokumentasikan, perjalanan mereka hanya akan menjadi kisah pribadi yang tidak pernah menjadi inspirasi bagi generasi selanjutnya.

Pendataan anggota IKPS berarti mengukir sejarah. Bukan untuk mengenang, tetapi untuk mengambil pelajaran dan motivasi. Kita bisa belajar dari mereka yang telah sukses, memahami bagaimana mereka mengimplementasikan ajaran pondok dalam kehidupan nyata, serta bagaimana nilai-nilai pesantren tetap menjadi bagian dari prinsip hidup mereka.

Lebih dari itu, data anggota IKPS juga menjadi kompas bagi pondok dalam merancang masa depan. Dengan mengetahui mana lulusannya yang berkiprah, pondok bisa memancarkan sejauh mana kontribusinya terhadap masyarakat. Apakah kurikulumnya masih relevan? Apakah perlu menyesuaikan metode pendidikan agar alumni lebih siap menghadapi dunia luar?

Membangun Kekuatan Kolektif

Sendiri, kita hanya sekedar individu. Namun, bersama-sama, kita adalah kekuatan yang tidak bisa diremehkan. Jaringan anggota IKPS yang terdata dengan baik bisa menjadi modal besar dalam membangun berbagai strategi program, mulai dari pengembangan ekonomi berbasis pesantren, bantuan bagi santri yang kurang mampu, hingga peran aktif dalam isu-isu sosial dan dakwah di masyarakat.

Pendataan anggota IKPS juga bisa membuka peluang kerja dan usaha. Mulai ada anggota IKPS yang menjadi anggota DPRD, yang mempunyai bisnis atau jabatan penting dalam suatu instansi, dan mereka dapat memberikan kesempatan bagi anggota IKPS lainnya untuk berkembang. Dalam dunia yang semakin kompetitif ini, memiliki jaringan yang kuat adalah aset berharga.

Tidak hanya itu, dengan adanya data yang akurat, pondok juga bisa menjembatani anggota IKPS dengan santri yang masih belajar. Mereka bisa menjadi mentor, memberikan motivasi, atau bahkan menjadi donatur bagi generasi berikutnya. Betapa indahnya jika keberhasilan seseorang bisa menjadi pintu rezeki bagi saudaranya yang lain.

Merawat Cinta, Menjaga Identitas

Pesantren bukan sekadar tempat menuntut ilmu, tetapi juga rumah kedua bagi para santrinya. Ada kenangan, ada persaudaraan, ada ikatan yang tak tergantikan. Namun, seiring berjalannya waktu, hubungan itu bisa memudar jika tidak ada usaha untuk merawatnya.

Pendataan anggota IKPS bukan hanya soal angka atau daftar nama. Ia adalah upaya untuk menjaga ikatan batin antara pondok dan para alumninya. Sebuah pesantren yang mampu menjaga hubungan baik dengan alumninya akan selalu memiliki energi untuk terus berkembang. Alumni yang merasa dihargai dan diakui akan lebih mudah untuk kembali dan berkontribusi.

Banyak pesantren besar di dunia yang bertahan dan terus berkembang karena memiliki jaringan alumni yang solid. Mereka tidak hanya mendukung materi, tetapi juga dengan pemikiran, jejaring, dan kontribusi nyata dalam berbagai aspek.

Langkah Nyata: Dari Data ke Aksi

Pendataan anggota IKPS tidak boleh berhenti hanya sebagai wacana. Harus ada langkah konkret yang dilakukan. Beberapa hal yang bisa diterapkan antara lain:

  1. Membentuk Tim Pendataan Anggota IKPS 
    Diperlukan tim khusus yang bertanggung jawab untuk mengumpulkan dan mengelola data alumni. Sebagaimana yang sudah mulai dilakukan, Tim ini harus aktif dalam menjangkau alumni, baik melalui media sosial, grup pesan singkat, maupun kunjungan langsung.

  2. Pembuatan Database yang Terstruktur
    Data anggota IKPS harus dikelola secara sistematis, seperti yang sudah mulai dirancang sebagai kontribusi nyata bagi sebuah komunitas IKPS dan bagi pondok.

  3. Membangun Platform Komunikasi
    Bentuk website, grup media sosial, atau aplikasi khusus yang memudahkan anggota IKPS untuk tetap terhubung dan berbagi informasi.

  4. Mengadakan Reuni dan Forum Diskusi
    Reuni bukan hanya ajang temu kangen, tetapi juga wadah untuk membahas kontribusi nyata bagi pondok dan masyarakat.

  5. Melibatkan Anggota IKPS dalam Program Pondok
    Anggota IKPS bisa dilibatkan dalam berbagai kegiatan, seperti seminar, beasiswa untuk santri, atau pengembangan usaha berbasis pesantren.

Kesimpulan: Sebuah Amanah untuk Masa Depan

Pendataan anggota IKPS bukan sekadar keperluan teknis, tetapi merupakan amanah besar untuk menjaga warisan pesantren. Kita tidak boleh membiarkan anggota IKPS kita menghilang tanpa jejak, seperti daun-daun yang luruh tanpa pernah diketahui dimana ia berakhir.

Serupa sebuah pohon yang kuat karena akarnya yang kokoh, demikian pula pondok ini. Anggota IKPS adalah akar yang menopang keberlangsungan pesantren. Jika akarnya terjaga, maka pohon ini akan terus tumbuh subur, memberi manfaat bagi banyak orang.

Maka, mari kita bersama-sama merawat jejak ini. Menyatukan kembali kepingan-kepingan yang tercerai, membangun kembali jaringan yang pernah erat, dan memastikan bahwa nama-nama yang pernah menorehkan kisah di pondok ini tidak pernah hilang dari sejarah.

Karena sesungguhnya, sebuah perjalanan tidak akan pernah benar-benar berakhir jika jejaknya tetap dikenang dan diwariskan. Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid bukan hanya tempat kita menuntut ilmu, tetapi juga rumah yang harus selalu kita jaga—agar cahaya ilmunya terus bersinar, menyinari generasi demi generasi. Salam Progress!.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

𝐌𝐞𝐧𝐲𝐮𝐥𝐚𝐦 𝐀𝐫𝐚𝐡, 𝐌𝐞𝐫𝐚𝐰𝐚𝐭 𝐉𝐞𝐣𝐚𝐤: 𝐎𝐛𝐫𝐨𝐥𝐚𝐧 𝐏𝐚𝐠𝐢 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐖𝐢𝐬𝐦𝐚 𝐈𝐧𝐝𝐫𝐚𝐣𝐚𝐭𝐢

Oleh : LAR (Sang Pengelana Pendidikan)   Pagi itu, Minggu, 29 Juni 2025, jam menunjukkan pukul 06.30 ketika udara Liabuku masih segar, seperti baru dicuci oleh hujan rintik-rintik yang reda beberapa saat sebelumnya. Kabut tipis menyelimut bukit-bukit kecil di kejauhan, seakan menyambut hangat pagi yang penuh harapan. Di sebuah sudut pondok yang sederhana namun bermakna—Wisma Indrajati, Pondok Pesantren Al-Amanah Liabuku—terjadi pertemuan kecil, namun sarat makna. Kami duduk berhadapan dalam suasana santai, tak ada podium, tak ada protokol. Hanya segelas kopi hangat, semangkuk geroncong, dan tuli-tuli, yang panasnya masih mengepul, beberapa bungkus nasi kuning, dan tawa-tawa ringan yang kadang pecah menembus diam. Saya, Ustad Riyan Ahmad, dan Ustad Roni, dan  menjadi pendengar setia dalam perbincangan yang membuka tabir masa depan, dan menyusul  Ustad Falah Sabirin yang keberadaannya tidak sampai selesai, karena harus segera menghadiri rapat di Ponpes Al-Syaikh Abdul Wahid...

𝐉𝐞𝐣𝐚𝐤 𝐂𝐚𝐡𝐚𝐲𝐚 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐓𝐢𝐦𝐮𝐫: 𝐒𝐚𝐧𝐭𝐫𝐢 𝐀𝐥-𝐒𝐲𝐚𝐢𝐤𝐡 𝐀𝐛𝐝𝐮𝐥 𝐖𝐚𝐡𝐢𝐝 𝐌𝐞𝐧𝐞𝐦𝐛𝐮𝐬 𝐋𝐚𝐧𝐠𝐢𝐭 𝐀𝐥-𝐀𝐳𝐡𝐚𝐫

Oleh: La Rudi S.Hum., M.Pd (Alumni Permata Angk. 3 Ponpes Saw) Di antara deru ombak Buton dan sunyi malam Baubau yang mendalam, kabar bahagia menyelinap ke relung hati para pencinta ilmu: lima bintang kecil dari timur, santri-santriwati Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid, kini bersiap terbang jauh ke negeri para ulama — Mesir, tanah Al-Azhar yang agung. Alhamdulillah , kelima anak negeri ini — Almawaddah dari Baubau, Fegita dari Siomou, Azhar dari Talaga Buton Tengah, Ld. Fahriansyah dari Lasalimu, dan Ilham dari Lombe Buton Tengah — telah membuktikan bahwa mimpi yang disulam dengan doa dan kerja keras mampu mengalahkan ketatnya seleksi nasional. Mereka lolos sebagai penerima beasiswa Kementerian Agama RI tahun 2025 dan diterima di Universitas Al-Azhar Kairo, institusi pendidikan Islam tertua dan termasyhur di dunia. Bukan jalan lapang yang mereka lalui. Sebaliknya, medan itu terjal dan berliku. Seleksi yang diikuti lebih dari 2.800 peserta dari seluruh Indonesia dilaksanakan de...

𝐒𝐢𝐥𝐚𝐭𝐮𝐫𝐚𝐡𝐦𝐢 𝐝𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐛𝐞𝐫𝐬𝐚𝐦𝐚𝐚𝐧: 𝐂𝐚𝐡𝐚𝐲𝐚 𝐀𝐛𝐚𝐝𝐢 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐏𝐞𝐦𝐢𝐤𝐢𝐫𝐚𝐧 𝐊𝐇. 𝐌𝐮𝐡. 𝐒𝐲𝐚𝐡𝐚𝐫𝐮𝐝𝐝𝐢𝐧 𝐒𝐚𝐥𝐞𝐡, 𝐌𝐀

La Ode Ibrahim S.Pd.I., M.Pd Alumni Perdana Ponpes SAW Di tengah riuh rendah zaman yang kerap memisahkan manusia dalam sekat-sekat individualisme, KH. Muh. Syaharuddin Saleh, MA, hadir sebagai sosok yang menyalakan obor kebersamaan. Dalam keheningan pikiran yang ke dalam, beliau melahirkan gagasan besar tentang silaturahmi sebagai jembatan yang tidak hanya menghubungkan manusia, tetapi juga mengisyaratkan hati dan memperkuat iman. Pemikiran beliau ini tidak hanya menjadi teori yang mengisi kitab, tetapi diterjemahkan dalam langkah-langkah nyata melalui pembentukan Ikatan Keluarga Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid (IKPA) pada tahun 2000. Di mata beliau, silaturahmi bukan sekedar bertemu atau berbicara. Ia adalah seni menyambung hati, membangun jembatan kasih sayang, dan menciptakan ruang di mana manusia bisa saling mendukung. Gagasan ini disampaikan pada saat saya ditunjuk sebagai ketua pertama IKPA. Ini dasar memahami silaturahmi sebagai pilar utama dalam membangun kebersamaan di ...