Langsung ke konten utama

“๐Œ๐ž๐ง๐ ๐ ๐ข๐ซ๐ข๐ง๐  ๐๐จ๐ฅ๐š, ๐Œ๐ž๐ง๐ ๐ ๐ข๐ซ๐ข๐ง๐  ๐€๐ฌ๐š: ๐ˆ๐Š๐๐’ ๐’๐€๐– ๐‚๐ฎ๐ฉ ๐ˆ๐ˆ๐ˆ ๐๐š๐ง ๐‰๐š๐ฅ๐š๐ง ๐๐ž๐ฆ๐›๐ž๐ง๐š๐ก๐š๐ง ๐Œ๐ž๐ง๐ฎ๐ฃ๐ฎ ๐Š๐ก๐š๐ข๐ซ๐ฎ๐ฅ ๐”๐ฆ๐ฆ๐š๐ก”

Oleh: La Rudi
(Anggota MPK IKPS Saw)

Dalam setiap detik yang berlalu, ada semangat yang sedang dipompa. Bukan hanya oleh jantung yang berdetak karena bola, tapi oleh keyakinan bahwa silaturrahmi bisa tumbuh di tengah lapangan, bahwa cinta kepada pondok bisa berbentuk sorak-sorai di tribun, dan bahwa ruh ber-IKPS bisa menyala lewat keringat yang jatuh di tanah futsal.

Beginilah kisah Turnamen Futsal Alumni IKPS SAW Cup III, yang diadakan di Ponpes Al-Syaikh Abdul Wahid dari 11-12 April—lebih dari sekadar kompetisi, lebih dari sekadar adu cepat atau kuat. Ia adalah napas baru bagi gerakan alumni yang tengah berbenah, tengah menyusun ulang langkah-langkah, dan tengah menata ritme agar tak tertinggal oleh zaman.

Gairah dari Lapangan: Menyatukan yang Tersebar

Turnamen ini bukan hanya tentang menggiring bola ke gawang, tapi menggiring harapan ke jantung organisasi alumni. Tak sedikit alumni yang merasa jauh, tak lagi mengenal wajah-wajah baru, bahkan tak tahu arah gerak IKPS. Maka futsal menjadi ruang temu. Peluh jadi pengikat, dan semangat jadi jembatan.

Di sela sorak dan strategi, mengalir kembali percakapan tentang pondok. Tentang sejarah asrama, tentang suara azan subuh, tentang guru-guru yang kini menua dalam kesetiaan. Kenangan itu tidak hanya hadir sebagai nostalgia, tapi sebagai suntikan semangat untuk bersatu kembali, menyusun kekuatan dan memperkuat jaringan alumni yang dahulu dibentuk dari mushaf, kitab mahfuzhot, mutholaah, dan adab.

Dan inilah yang disebut dengan gairah ber-IKPS—sebuah gairah yang harus terus dibangkitkan agar organisasi alumni ini tidak menjadi nama kosong, tapi rumah perjuangan yang hidup.

Donatur Alumni: Pilar yang Tak Tampak Tapi Tegak

Tidak akan ada turnamen tanpa dukungan. Tapi ajaibnya, pada IKPS SAW Cup III ini, dukungan tidak harus dicari jauh-jauh. Para alumni sendiri yang berdiri di belakang layar, menopang dengan diam namun nyata. Mereka bukan hanya memberi, tapi membuktikan bahwa cinta pada pondok bisa diwujudkan dalam rupiah, waktu, dan tenaga.

Lihatlah Jasa Titip Nozha, ZStoreKendari, Andaba Star, Pelangi Collection, Toko Muslimah, dan Graduate 2013—mereka adalah representasi alumni yang tidak tinggal diam. Mereka adalah donatur yang tak sekadar menyumbang, tapi hadir sebagai simbol keberhasilan IKPS membangun ekosistem solidaritas internal.

Bukankah pondok selalu mengajarkan bahwa memberi adalah kemuliaan? Maka inilah kemuliaan itu menjelma dalam bentuk jersey, sewa lapangan, piala, dan hadiah—semua disatukan dalam ruh “untuk pondok, dari alumni, oleh alumni”.

Berbenah Lewat Futsal: Strategi, Gerakan, dan Organisasi

IKPS SAW tengah berbenah. Dan pembenahan itu tidak hanya soal administrasi dan struktur. Ia juga menyangkut jiwa kolektif, semangat kebersamaan, dan kesadaran untuk terlibat.

Turnamen ini adalah salah satu bentuk nyata pembenahan. Karena melalui kegiatan ini, organisasi bisa:

  1. Mengidentifikasi potensi dan semangat alumni lintas angkatan.

  2. Menguji efektivitas komunikasi dan mobilisasi.

  3. Melihat daya respon terhadap agenda IKPS.

  4. Menakar kekuatan finansial internal alumni.

  5. Menghidupkan budaya organisasi yang dinamis dan menyenangkan.

Karena hakikat organisasi bukan hanya tentang rapat dan hasil musyawarah, tapi juga tentang rasa memiliki yang tumbuh dari kebersamaan dalam berbagai ruang, termasuk di tengah teriakan pertandingan dan tepuk tangan di sela gol.

Siar Pondok: Bola Jadi Dakwah

Apa hubungan bola dan dakwah? Banyak, jika kita melihatnya dengan hati. Karena turnamen ini bukan hanya dikenal oleh alumni, tapi juga menyentuh masyarakat umum. Nama Pondok Al-Syaikh Abdul Wahid kembali disebut, kembali ditanyakan, kembali dikenang.

Merek pondok hidup kembali. Lahir kesadaran baru bahwa pondok ini melahirkan alumni yang tidak hanya menguasai ilmu agama, tapi juga berjiwa sportif, tangguh, dan bersaudara.

Siar pondok tidak hanya bisa melalui baliho dan brosur. Ia bisa melalui jersey bertuliskan “Alumni SAW”, melalui status media sosial peserta, melalui interaksi hangat dengan komunitas lain. Futsal jadi kendaraan, pondok jadi tujuan.

Dari Lapangan ke Masa Depan

Hari akan terus berganti. Alumni akan terus bertambah. Tantangan akan terus datang. Maka IKPS tidak boleh berjalan dengan langkah yang lambat. Harus terus menggiring bola semangat menuju gawang tujuan: kejayaan pondok dan keberkahan umat.

Turnamen ini adalah energi awal. Energi yang harus terus dirawat. Sebab dari sini, kita belajar bahwa kekuatan alumni tidak hanya terletak pada jumlah, tapi pada komitmen untuk hadir, terlibat, dan memberi. Kita bukan sekadar santri yang pernah mondok. Kita adalah pejuang nilai, pewaris perjuangan.

Mari kita terus mengasah kebersamaan, menyulam harapan, dan membangun organisasi yang tidak hanya aktif, tapi juga bermakna.

Dan pada akhirnya, kemenangan terbesar bukan hanya milik tim yang juara, tapi milik kita semua—yang hadir, yang mendukung, dan yang mencintai pondok ini dengan cara masing-masing. Salam Progress!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

๐Œ๐ž๐ง๐ฒ๐ฎ๐ฅ๐š๐ฆ ๐€๐ซ๐š๐ก, ๐Œ๐ž๐ซ๐š๐ฐ๐š๐ญ ๐‰๐ž๐ฃ๐š๐ค: ๐Ž๐›๐ซ๐จ๐ฅ๐š๐ง ๐๐š๐ ๐ข ๐๐š๐ซ๐ข ๐–๐ข๐ฌ๐ฆ๐š ๐ˆ๐ง๐๐ซ๐š๐ฃ๐š๐ญ๐ข

Oleh : LAR (Sang Pengelana Pendidikan)   Pagi itu, Minggu, 29 Juni 2025, jam menunjukkan pukul 06.30 ketika udara Liabuku masih segar, seperti baru dicuci oleh hujan rintik-rintik yang reda beberapa saat sebelumnya. Kabut tipis menyelimut bukit-bukit kecil di kejauhan, seakan menyambut hangat pagi yang penuh harapan. Di sebuah sudut pondok yang sederhana namun bermakna—Wisma Indrajati, Pondok Pesantren Al-Amanah Liabuku—terjadi pertemuan kecil, namun sarat makna. Kami duduk berhadapan dalam suasana santai, tak ada podium, tak ada protokol. Hanya segelas kopi hangat, semangkuk geroncong, dan tuli-tuli, yang panasnya masih mengepul, beberapa bungkus nasi kuning, dan tawa-tawa ringan yang kadang pecah menembus diam. Saya, Ustad Riyan Ahmad, dan Ustad Roni, dan  menjadi pendengar setia dalam perbincangan yang membuka tabir masa depan, dan menyusul  Ustad Falah Sabirin yang keberadaannya tidak sampai selesai, karena harus segera menghadiri rapat di Ponpes Al-Syaikh Abdul Wahid...

๐‰๐ž๐ฃ๐š๐ค ๐‚๐š๐ก๐š๐ฒ๐š ๐๐š๐ซ๐ข ๐“๐ข๐ฆ๐ฎ๐ซ: ๐’๐š๐ง๐ญ๐ซ๐ข ๐€๐ฅ-๐’๐ฒ๐š๐ข๐ค๐ก ๐€๐›๐๐ฎ๐ฅ ๐–๐š๐ก๐ข๐ ๐Œ๐ž๐ง๐ž๐ฆ๐›๐ฎ๐ฌ ๐‹๐š๐ง๐ ๐ข๐ญ ๐€๐ฅ-๐€๐ณ๐ก๐š๐ซ

Oleh: La Rudi S.Hum., M.Pd (Alumni Permata Angk. 3 Ponpes Saw) Di antara deru ombak Buton dan sunyi malam Baubau yang mendalam, kabar bahagia menyelinap ke relung hati para pencinta ilmu: lima bintang kecil dari timur, santri-santriwati Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid, kini bersiap terbang jauh ke negeri para ulama — Mesir, tanah Al-Azhar yang agung. Alhamdulillah , kelima anak negeri ini — Almawaddah dari Baubau, Fegita dari Siomou, Azhar dari Talaga Buton Tengah, Ld. Fahriansyah dari Lasalimu, dan Ilham dari Lombe Buton Tengah — telah membuktikan bahwa mimpi yang disulam dengan doa dan kerja keras mampu mengalahkan ketatnya seleksi nasional. Mereka lolos sebagai penerima beasiswa Kementerian Agama RI tahun 2025 dan diterima di Universitas Al-Azhar Kairo, institusi pendidikan Islam tertua dan termasyhur di dunia. Bukan jalan lapang yang mereka lalui. Sebaliknya, medan itu terjal dan berliku. Seleksi yang diikuti lebih dari 2.800 peserta dari seluruh Indonesia dilaksanakan de...

๐’๐ข๐ฅ๐š๐ญ๐ฎ๐ซ๐š๐ก๐ฆ๐ข ๐๐š๐ง ๐Š๐ž๐›๐ž๐ซ๐ฌ๐š๐ฆ๐š๐š๐ง: ๐‚๐š๐ก๐š๐ฒ๐š ๐€๐›๐š๐๐ข ๐๐š๐ซ๐ข ๐๐ž๐ฆ๐ข๐ค๐ข๐ซ๐š๐ง ๐Š๐‡. ๐Œ๐ฎ๐ก. ๐’๐ฒ๐š๐ก๐š๐ซ๐ฎ๐๐๐ข๐ง ๐’๐š๐ฅ๐ž๐ก, ๐Œ๐€

La Ode Ibrahim S.Pd.I., M.Pd Alumni Perdana Ponpes SAW Di tengah riuh rendah zaman yang kerap memisahkan manusia dalam sekat-sekat individualisme, KH. Muh. Syaharuddin Saleh, MA, hadir sebagai sosok yang menyalakan obor kebersamaan. Dalam keheningan pikiran yang ke dalam, beliau melahirkan gagasan besar tentang silaturahmi sebagai jembatan yang tidak hanya menghubungkan manusia, tetapi juga mengisyaratkan hati dan memperkuat iman. Pemikiran beliau ini tidak hanya menjadi teori yang mengisi kitab, tetapi diterjemahkan dalam langkah-langkah nyata melalui pembentukan Ikatan Keluarga Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid (IKPA) pada tahun 2000. Di mata beliau, silaturahmi bukan sekedar bertemu atau berbicara. Ia adalah seni menyambung hati, membangun jembatan kasih sayang, dan menciptakan ruang di mana manusia bisa saling mendukung. Gagasan ini disampaikan pada saat saya ditunjuk sebagai ketua pertama IKPA. Ini dasar memahami silaturahmi sebagai pilar utama dalam membangun kebersamaan di ...