Langsung ke konten utama

“๐ˆ๐Š๐๐’ ๐’๐€๐– ๐“๐ž๐ซ๐๐ž๐ฉ๐š๐ง ๐๐š๐ง ๐“๐ž๐ซ๐œ๐ž๐ฉ๐š๐ญ”: ๐’๐ฅ๐จ๐ ๐š๐ง ๐ฌ๐ž๐›๐š๐ ๐š๐ข ๐Š๐จ๐ฆ๐ฉ๐š๐ฌ ๐†๐ž๐ซ๐š๐ค๐š๐ง ๐๐š๐ง ๐‚๐ž๐ซ๐ฆ๐ข๐ง ๐‚๐ข๐ญ๐š-๐œ๐ข๐ญ๐š

Oleh: La Rudi
(Alumni Permata Angk. 3 Ponpes Saw)

Dalam setiap perjalanan panjang, manusia memerlukan penunjuk arah—sebuah kompas yang bukan hanya menunjukkan ke mana harus melangkah, tetapi juga bagaimana seharusnya melangkah. Bagi Ikatan Keluarga Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid (IKPS SAW), slogan “Terdepan dan Tercepat” bukanlah sekadar untaian kata yang diucap di atas panggung, melainkan pancaran niat kolektif, gaung tekad, dan gema cita yang ingin diraih bersama.

Slogan ini pertama kali digaungkan dalam peristiwa bersejarah: Pelantikan Pengurus IKPS SAW periode baru pada 26 Maret 2025. Dalam atmosfer Ramadhan yang penuh berkah, slogan ini tak sekadar menjadi narasi acara, tetapi menjadi nyala api baru yang hendak dinyalakan dalam dada setiap alumni, menjadi darah segar yang mengalir dalam nadi organisasi yang sedang berbenah.

KH. Abdul Rasyid Sabirin, Lc., MA, selaku Pimpinan Pondok, memberi apresiasi tinggi terhadap semangat ini. Beliau menyadari bahwa organisasi alumni bukan sekadar organisasi. Ia adalah ruh kolektif dari pengalaman masa lalu, cita-cita masa depan, dan pengabdian masa kini. Maka, ketika slogan “Terdepan dan Tercepat” dikumandangkan, beliau membacanya sebagai isyarat kesiapan generasi alumni untuk tidak lagi berjalan pelan dalam bayang-bayang kenangan, tetapi berlari membawa obor perubahan.

Terdepan dalam Kepedulian, Tercepat dalam Aksi

Menjadi yang terdepan bukan berarti angkuh di garis depan, tetapi berarti sigap menjadi pelindung bagi yang tertinggal. Menjadi yang tercepat bukan berarti melupakan proses, tetapi cekatan dalam menjawab kebutuhan zaman. Dalam konteks IKPS SAW, slogan ini bisa dimaknai sebagai kesiapan untuk:

  1. Menjadi yang terdepan dalam kepedulian sosial, baik terhadap pondok, sesama alumni, maupun masyarakat sekitar.

  2. Menjadi yang tercepat dalam merespon kebutuhan organisasi, dari urusan pendidikan, sosial, ekonomi, hingga dakwah dan penguatan karakter alumni.

Slogan ini bukan kompetisi dengan organisasi lain. Ini adalah kompetisi melawan keengganan sendiri, melawan kelambanan dalam perubahan, dan melawan kejumudan dalam berpikir serta bertindak.

Slogan yang Menggugah Jiwa Kolaborasi

Dalam ruang-ruang diskusi alumni, slogan ini menggema seperti gong pemanggil: membangkitkan semangat untuk tidak menjadi penonton dalam sejarah organisasi. Ia mengingatkan kita bahwa perubahan tak akan datang jika hanya segelintir yang bergerak. Diperlukan semangat gotong royong yang tulus, tanpa pamrih dan tanpa mencari panggung.

Panitia pelantikan menaruh harapan besar melalui slogan ini. Harapan agar IKPS SAW menjadi rumah ide, tempat persemaian gagasan, dan ladang amal para alumni. Terdepan bukan karena popularitas, tercepat bukan karena ambisi pribadi—melainkan karena keikhlasan menjadi bagian dari perjalanan panjang pondok dan alumninya.

Tajamkan Tekad, Kuatkan Langkah

Jika hari ini kita mengulang-ulang slogan ini, maka esok hari ia harus menjelma menjadi gerakan. Mari menajamkan tekad seperti mata pena yang siap menulis sejarah baru. Mari menguatkan langkah seperti pasukan yang tahu ke mana arah pertempuran.

Menjadi terdepan artinya menjadi garda pemersatu saat ada konflik kecil di tubuh alumni. Menjadi tercepat artinya menjadi pionir yang tak menunggu aba-aba untuk bergerak. Sebab organisasi yang besar tak lahir dari kerumunan yang diam, melainkan dari barisan yang siap bergerak.

Berbenah Bukan Sekadar Retorika

Slogan ini hadir di tengah semangat berbenah. Maka jangan sampai ia menjadi jargon kosong. IKPS SAW hari ini tengah menata barisan. Mulai dari pemetaan alumni, penguatan literasi organisasi, kolaborasi program antar daerah, hingga memperkokoh sinergi dengan pondok.

Slogan “Terdepan dan Tercepat” seakan menegaskan bahwa berbenah tak bisa ditunda-tunda. Ia harus dimulai dari yang kecil: membangun komunikasi lintas alumni, menghidupkan program-program kerja nyata, membuka ruang kontribusi seluas-luasnya, hingga membangun pusat data alumni yang akurat.

Jadikan Slogan sebagai Doa Kolektif

Setiap slogan sejatinya adalah doa. Dan doa, jika dikumandangkan bersama oleh hati yang ikhlas, akan menembus langit harapan. Maka biarlah slogan “IKPS SAW Terdepan dan Tercepat” tak hanya menjadi tema pelantikan. Biarlah ia menjadi semangat dalam setiap program, dalam setiap langkah kaki, dan dalam setiap hati yang mencintai pondok ini.

Mari kita jaga bara semangat ini. Mari kita rawat nyala api itu agar tak padam. Sebab kita sedang berjalan di atas jalan panjang yang mulia: jalan pengabdian, jalan silaturahmi, dan jalan menulis sejarah baru sebagai alumni pondok yang tak pernah melupakan asal-usulnya. Salam Progress!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

๐Œ๐ž๐ง๐ฒ๐ฎ๐ฅ๐š๐ฆ ๐€๐ซ๐š๐ก, ๐Œ๐ž๐ซ๐š๐ฐ๐š๐ญ ๐‰๐ž๐ฃ๐š๐ค: ๐Ž๐›๐ซ๐จ๐ฅ๐š๐ง ๐๐š๐ ๐ข ๐๐š๐ซ๐ข ๐–๐ข๐ฌ๐ฆ๐š ๐ˆ๐ง๐๐ซ๐š๐ฃ๐š๐ญ๐ข

Oleh : LAR (Sang Pengelana Pendidikan)   Pagi itu, Minggu, 29 Juni 2025, jam menunjukkan pukul 06.30 ketika udara Liabuku masih segar, seperti baru dicuci oleh hujan rintik-rintik yang reda beberapa saat sebelumnya. Kabut tipis menyelimut bukit-bukit kecil di kejauhan, seakan menyambut hangat pagi yang penuh harapan. Di sebuah sudut pondok yang sederhana namun bermakna—Wisma Indrajati, Pondok Pesantren Al-Amanah Liabuku—terjadi pertemuan kecil, namun sarat makna. Kami duduk berhadapan dalam suasana santai, tak ada podium, tak ada protokol. Hanya segelas kopi hangat, semangkuk geroncong, dan tuli-tuli, yang panasnya masih mengepul, beberapa bungkus nasi kuning, dan tawa-tawa ringan yang kadang pecah menembus diam. Saya, Ustad Riyan Ahmad, dan Ustad Roni, dan  menjadi pendengar setia dalam perbincangan yang membuka tabir masa depan, dan menyusul  Ustad Falah Sabirin yang keberadaannya tidak sampai selesai, karena harus segera menghadiri rapat di Ponpes Al-Syaikh Abdul Wahid...

๐‰๐ž๐ฃ๐š๐ค ๐‚๐š๐ก๐š๐ฒ๐š ๐๐š๐ซ๐ข ๐“๐ข๐ฆ๐ฎ๐ซ: ๐’๐š๐ง๐ญ๐ซ๐ข ๐€๐ฅ-๐’๐ฒ๐š๐ข๐ค๐ก ๐€๐›๐๐ฎ๐ฅ ๐–๐š๐ก๐ข๐ ๐Œ๐ž๐ง๐ž๐ฆ๐›๐ฎ๐ฌ ๐‹๐š๐ง๐ ๐ข๐ญ ๐€๐ฅ-๐€๐ณ๐ก๐š๐ซ

Oleh: La Rudi S.Hum., M.Pd (Alumni Permata Angk. 3 Ponpes Saw) Di antara deru ombak Buton dan sunyi malam Baubau yang mendalam, kabar bahagia menyelinap ke relung hati para pencinta ilmu: lima bintang kecil dari timur, santri-santriwati Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid, kini bersiap terbang jauh ke negeri para ulama — Mesir, tanah Al-Azhar yang agung. Alhamdulillah , kelima anak negeri ini — Almawaddah dari Baubau, Fegita dari Siomou, Azhar dari Talaga Buton Tengah, Ld. Fahriansyah dari Lasalimu, dan Ilham dari Lombe Buton Tengah — telah membuktikan bahwa mimpi yang disulam dengan doa dan kerja keras mampu mengalahkan ketatnya seleksi nasional. Mereka lolos sebagai penerima beasiswa Kementerian Agama RI tahun 2025 dan diterima di Universitas Al-Azhar Kairo, institusi pendidikan Islam tertua dan termasyhur di dunia. Bukan jalan lapang yang mereka lalui. Sebaliknya, medan itu terjal dan berliku. Seleksi yang diikuti lebih dari 2.800 peserta dari seluruh Indonesia dilaksanakan de...

๐’๐ข๐ฅ๐š๐ญ๐ฎ๐ซ๐š๐ก๐ฆ๐ข ๐๐š๐ง ๐Š๐ž๐›๐ž๐ซ๐ฌ๐š๐ฆ๐š๐š๐ง: ๐‚๐š๐ก๐š๐ฒ๐š ๐€๐›๐š๐๐ข ๐๐š๐ซ๐ข ๐๐ž๐ฆ๐ข๐ค๐ข๐ซ๐š๐ง ๐Š๐‡. ๐Œ๐ฎ๐ก. ๐’๐ฒ๐š๐ก๐š๐ซ๐ฎ๐๐๐ข๐ง ๐’๐š๐ฅ๐ž๐ก, ๐Œ๐€

La Ode Ibrahim S.Pd.I., M.Pd Alumni Perdana Ponpes SAW Di tengah riuh rendah zaman yang kerap memisahkan manusia dalam sekat-sekat individualisme, KH. Muh. Syaharuddin Saleh, MA, hadir sebagai sosok yang menyalakan obor kebersamaan. Dalam keheningan pikiran yang ke dalam, beliau melahirkan gagasan besar tentang silaturahmi sebagai jembatan yang tidak hanya menghubungkan manusia, tetapi juga mengisyaratkan hati dan memperkuat iman. Pemikiran beliau ini tidak hanya menjadi teori yang mengisi kitab, tetapi diterjemahkan dalam langkah-langkah nyata melalui pembentukan Ikatan Keluarga Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid (IKPA) pada tahun 2000. Di mata beliau, silaturahmi bukan sekedar bertemu atau berbicara. Ia adalah seni menyambung hati, membangun jembatan kasih sayang, dan menciptakan ruang di mana manusia bisa saling mendukung. Gagasan ini disampaikan pada saat saya ditunjuk sebagai ketua pertama IKPA. Ini dasar memahami silaturahmi sebagai pilar utama dalam membangun kebersamaan di ...