Oleh: La Rudi
(Anggota MPK IKPS Saw)
Ada cara-cara sederhana namun bermakna yang dipilih oleh jiwa-jiwa besar. Tidak selalu dalam bentuk pidato yang menggema di podium, atau forum diskusi yang membentang teori dan gagasan. Kadang, cinta kepada pondok, kepada ukhuwah, kepada perjuangan, diwujudkan lewat duduk di tepi laut, mengayun kail, dan menanti ikan sambil bercengkerama.
Begitulah yang dilakukan para alumni Pondok Pesantren Modern Al-Syaikh Abdul Wahid, yang menggagas kegiatan bertajuk “Azyik Mancing Bersama Alumni SAW”—sebuah inisiatif penuh makna yang digulirkan oleh Ustadz Bachtiar bersama kawan-kawan sejawatnya. Bukan sekadar rekreasi, bukan pula hura-hura pelepas penat. Tapi lebih dari itu, ini adalah ikhtiar untuk menguatkan tali silaturahmi, memperkuat solidaritas, dan menyiarkan pesan cinta kepada pondok tercinta.
Joran dan Persaudaraan: Di Atas Permukaan Air, Mengalir Kenangan
Bayangkan pagi yang teduh, embun masih betah menempel di dedaunan. Suara air berbisik lirih, menyatu dengan angin yang menyapa pelan. Di tengah laut itu, duduklah para alumni di atas kapal jarangka, dengan senyum dan cerita yang tak lekang oleh waktu. Mereka bukan hanya memancing ikan, mereka sedang memancing kenangan.
Satu demi satu joran dilemparkan, dan di sela waktu menunggu, tumpahlah kisah-kisah pondok. Tentang ustadz yang galaknya legendaris, tentang teman sekamar yang rajin mengaji, tentang malam-malam panjang di musala tempat jiwa mereka ditempa dalam doa. Kebersamaan yang dulu dibangun di antara dinding asrama, kini diperkuat di antara dedaunan dan air.
Di sana, tidak ada sekat status. Tak ada yang menjadi atasan atau bawahan. Semua duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Sama-sama membawa cinta, sama-sama membawa memori. Dan dari sinilah, solidaritas itu tumbuh—bukan karena jabatan, tetapi karena persaudaraan yang tak pernah putus.
Mancing, Siar Pondok, dan Dakwah Kultural
Di luar dugaan, kegiatan mancing ini menjadi semacam magnet sosial. Masyarakat sekitar yang melihat pun tertarik. Mereka bertanya, “Siapa mereka? Apa kegiatan ini?” Maka dari situ, siar pondok pun mengalir dengan alami. Bukan dengan selebaran atau spanduk besar, tapi melalui keteladanan, keramahan, dan interaksi yang membumi.
“Ini alumni Pondok Al-Syaikh Abdul Wahid,” begitu salah satu dari mereka menjelaskan. Dan langsung muncul rasa hormat, sebab pondok ini dikenal sebagai tempat yang mendidik dengan akhlak dan ilmu. Siar pondok bukan sekadar formalitas. Ia adalah dakwah kultural yang hidup, mengakar dari pertemuan sederhana yang bernilai tinggi.
Ustadz Bachtiar dan rekan-rekannya sadar betul, bahwa kekuatan alumni itu bukan hanya terletak di rapat dan proposal, tapi juga di ruang-ruang informal yang mencairkan sekat dan menyatukan visi. Maka kegiatan seperti ini bukan pengalihan isu dari urusan besar pondok, tapi bagian dari strategi memperluas jejaring dan menjaga ruh perjuangan.
Tali Yang Tak Terputus: Alumni, Pondok, dan Komitmen
Yang menarik, kegiatan ini tidak hanya menyenangkan, tetapi juga menghasilkan. Hasil pancingan dibagi, dimasak bersama, dan disantap dengan penuh syukur. Sambil makan, kembali suara canda tumpah, kembali rencana-rencana besar dibicarakan. Tentang koperasi alumni, tentang peternakan dan perikanan, tentang pembangunan pondok, hingga tentang generasi baru santri yang harus disiapkan dengan lebih baik.
Momen ini menunjukkan bahwa alumni tidak boleh menjadi orang yang hanya mengenang pondok, tetapi harus menjadi orang yang menghidupkan pondok. Menjadi bagian aktif dari denyut nadi pengembangan pesantren.
Sebab pondok tidak hanya dibangun oleh kiai dan guru, tetapi juga oleh para alumni yang menyebar di berbagai penjuru. Mereka adalah duta, mereka adalah teladan, dan mereka adalah pilar kekuatan pondok yang sejati.
Dari Kolam Ikan Menuju Lautan Harapan
Ada kalimat bijak yang berkata: “Jika kau ingin memancing untuk sehari, berilah kail. Tapi jika kau ingin memancing untuk masa depan, bangunlah danau yang subur.” Maka kegiatan ini adalah upaya membangun “danau sosial” tempat alumni berkumpul, berbagi, dan menyulam harapan.
Dari satu kail dan satu ikan, bisa tumbuh gagasan yang besar. Sebab hati yang bersatu dalam kebersamaan adalah kekuatan yang tak mudah dikalahkan. Dan saat alumni bersatu, maka pondok akan berdiri dengan lebih kokoh, lebih bertenaga, lebih bersinar.
Azyik Mancing Bersama Alumni SAW bukan hanya acara rekreasi. Ia adalah simbol. Bahwa dengan cara sederhana, kita bisa menjaga nilai luhur pondok. Bahwa melalui kegiatan ringan, kita bisa menyalakan api semangat yang membara.
Dan ini baru permulaan. Bayangkan jika seluruh alumni bergerak, bersatu, dan saling menguatkan. Betapa kuatnya jalinan ini, betapa indahnya persaudaraan ini.
Ketika Kail Menyentuh Air, Hati Menyentuh Cinta
Ketika satu alumni melempar kail ke laut, sesungguhnya ia sedang menebar cinta ke dalam sejarah. Cinta kepada pondok yang telah membentuknya. Cinta kepada teman-teman yang dulu tertawa dan menangis bersamanya. Cinta kepada nilai-nilai luhur yang telah menuntunnya hingga hari ini.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
umpan sudah terpasang danKetika kail di lempar di situlah muncul keyakinan dan harapan yg sebnarnya blum pasti tp keyakinan untuk hasil yang terbaik selalu di harapkan, sehat slalu kawan salm ikan alumni KELUARGA syaikh abd wahid
BalasHapus