![]() |
Foto: Semangat dan Tendangan Alumni Di Desa One Wara, Minggu 6 April 2025 |
Oleh: La Rudi
(Anggota MPK IKPS Saw)
Ada yang lebih hidup dari sekadar langkah cepat dan bola yang bergulir di atas lapangan. Ada ruh kebersamaan yang menyala, semangat yang terajut, dan cinta terhadap pondok yang tak pernah pudar meski zaman telah berubah. Begitulah ketika IKPS SAW (Ikatan Keluarga Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid) tak sekadar menjadi nama, tapi menjadi gerakan. Menjadi gerak tubuh dan gerak batin dalam ikhtiar menjaga, merawat, dan menyuarakan eksistensi pondok.
Hari itu, bukan hanya udara yang panas karena matahari. Tapi juga karena semangat para alumni dan santri yang tumpah ruah di lapangan futsal. Mereka datang bukan untuk menang semata, tapi untuk menyatukan rasa. Dalam langkah kaki yang gesit, dalam operan bola yang cermat, dan dalam sorakan penuh dukungan, terbentang jembatan silaturahmi yang kokoh: jembatan antara masa lalu dan masa kini, antara kenangan dan pengabdian.
Futsal: Lebih dari Sekadar Pertandingan
Futsal, yang dalam kasat mata hanyalah olahraga, bagi IKPS SAW adalah medan latihan solidaritas. Ketika satu pemain jatuh, yang lain menolong. Ketika satu lelah, yang lain menyemangati. Dan ketika satu tim menang, semuanya bersorak bukan karena piala, melainkan karena kita kembali menyatu dalam semangat santri.
Dalam sebuah pertandingan yang disaksikan oleh santri-santri kecil yang penuh kagum, IKPS SAW bukan hanya bertanding—mereka memberi contoh. Bahwa alumni bukanlah sosok asing. Mereka adalah wajah masa depan santri hari ini. Bahwa di balik sorban dan sarung yang dulu melekat, kini berdiri mereka dengan jersey, dengan semangat, tapi tetap membawa ruh pondok dalam dada.
Bahkan, di setiap jeda pertandingan, mereka saling menyapa, saling bertukar cerita, saling membangkitkan mimpi lama yang pernah tumbuh di kamar-kamar asrama. Ada alumni yang kini menjadi guru, polisi, tentara, anggota DPRD, yang lainnya pengusaha, ada pula yang mengabdi di daerah terpencil. Tapi di lapangan itu, semua menjadi satu tubuh, satu jiwa—IKPS SAW yang hidup dan bergerak.
Siar Pondok: Suara dari Jantung Peradaban
Tidak cukup hanya dengan berlari di lapangan, IKPS SAW tahu bahwa pondok harus terus disiarkan—dikenalkan, dijelaskan, dan ditanamkan dalam benak publik bahwa inilah lembaga yang melahirkan generasi tangguh. Maka, berbagai kegiatan siar pondok terus digiatkan. Baik melalui media sosial, acara komunitas, maupun keterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.
Dalam siar pondok itu, IKPS SAW mengambil peran sebagai juru bicara yang tak hanya pandai berkata, tapi juga ahli berbuat. Mereka menyampaikan bahwa Pondok Al-Syaikh Abdul Wahid bukan sekadar lembaga pendidikan, tapi rumah peradaban. Tempat anak-anak desa berubah menjadi pemimpin umat. Tempat remaja biasa ditempa menjadi sosok luar biasa.
Dan dari siar itu pula, datang para calon santri, tertarik bukan karena iklan, tapi karena keteladanan. Karena cerita para alumni yang jujur, karena pengakuan tentang nilai-nilai pondok yang masih hidup dalam laku mereka.
Siar pondok bukan hanya promosi. Ia adalah dakwah. Dakwah kultural yang menghubungkan pondok dengan dunia luar, menjadikan pesantren tak terkurung dalam pagar bambu, tapi hadir di tengah masyarakat sebagai pelita yang mengarahkan langkah.
Menjaga Ritme Gerak, Menjaga Ruh Perjuangan
IKPS SAW bukan organisasi formal belaka. Ia adalah denyut nadi yang menjaga ruh perjuangan. Maka, kegiatan seperti futsal dan siar pondok menjadi penting bukan karena popularitas, tetapi karena di dalamnya ada energi silaturahmi, ada nyala kekompakan, dan ada irama kebangkitan.
Pertandingan futsal yang digelar, bukan semata kompetisi. Ia adalah ajang pertemuan hati, ruang saling mengenal, dan panggung kebersamaan. Sementara siar pondok adalah cara alumni membayar cinta kepada pondok. Dengan setiap narasi yang mereka bawa, mereka sedang menanam benih cinta pondok di ladang masyarakat.
Dan dari keduanya—futsal dan siar—terasa bahwa IKPS SAW bukan hanya menjaga masa lalu. Mereka sedang menyusun masa depan.
Melangkah Bersama, Mengakar dalam Nilai
Bola yang bergulir di lapangan adalah simbol: simbol pergerakan. Bahwa IKPS SAW tidak diam. Bahwa alumni tidak pasif. Bahwa peran bisa diambil dalam bentuk apapun—asal diniatkan untuk Allah dan umat.
Begitu pula siar pondok, adalah bentuk keberanian untuk bersuara, menyampaikan, dan menyambung tali-tali dakwah yang telah ditanamkan oleh pendiri pondok, H. Muh. Sabirin rahimahullah, dan dilanjutkan oleh KH. Abdul Rasyid Sabirin hari ini.
Keduanya berpadu dalam harmoni: gerak tubuh dan gerak hati.
Pondok adalah Rumah Kita, Mari Kita Jaga Bersama
Hari itu, futsal dan siar pondok menjadi wajah lain dari cinta. Wajah baru dari semangat yang dulu kita tanam di kelas, di mushalla, di lapangan, dan di asrama. Hari ini, alumni bergerak. Dengan sepatu di lapangan, dengan mikrofon di tangan, dengan kamera di media sosial, dengan narasi yang menyentuh—semua karena satu hal: cinta pada pondok.
Karena pondok ini bukan milik masa lalu. Tapi milik masa depan yang ingin kita bangun hari ini, bersama, dalam semangat, dalam silaturahmi, dan dalam iman. Salam Progress!
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar