(Alumni Permata Angk.3 Ponpes Saw)
Dalam dunia yang penuh hiruk-pikuk dan kepalsuan, di tengah derasnya arus modernitas yang kerap mengikis nilai-nilai keikhlasan, hadir sosok yang berbeda, hadir suara yang mengalun bukan sekadar merdu, tapi menggugah. Dialah Ustadz Junaiddin S., S.Pd.I — yang akrab disapa Arjun. Seorang Alumni Star Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid, angkatan ke-7, yang memilih jalannya bukan hanya sebagai pendidik, tetapi juga sebagai penggubah nada-nada langit yang membisikkan makna.
![]() |
Arjun Pose Bersama Istri Tercinta (Sang Penjaga Lentara Cahaya) |
Arjun bukan hanya nama, ia adalah narasi. Ia adalah puisi yang bergerak, lagu yang bernafas. Setiap syair yang ia lantunkan lahir dari dapur tempaan pondok, dari malam-malam panjang yang sunyi di Dapur Studio Rekaman Gubuk Daarul Jihad, dari jerih payah menimba ilmu di kelas-kelas berjendela cahaya, dan dari peluh pengabdian yang tak pernah menuntut pamrih.
Bagi IKPS Saw dan seluruh keluarga besar alumni Pondok Pesantren Al-Syaikh Abdul Wahid, kehadiran Arjun adalah bukti nyata bahwa jalan pengabdian itu tidak tunggal. Ia membuktikan bahwa dakwah bisa menjelma dalam irama, bahwa nasihat bisa mengalun dalam nada, dan bahwa pesan-pesan pondok dapat diteriakkan lembut melalui lagu-lagu yang menyentuh hati.
Lagu-lagu Arjun bukan sembarang karya. Ia tidak dilahirkan dari kehendak untuk dikenal, tetapi dari semangat untuk mengingatkan. Tentang apa itu pondok, tentang apa itu nilai, tentang bagaimana rasanya ditempa dalam kawah candradimuka bernama Al-Syaikh Abdul Wahid. Lirik-liriknya adalah lembaran sejarah yang bernyanyi, memoar spiritual yang ditulis dengan tinta keikhlasan.
Ketika ia menunjukkan jalan santri lewat senandung lagu seperti judulnya: "Demi Martabatmu, Takkan Rela, Lenteraku", dan lain-lain, tak sedikit yang menitikkan air mata. Bait demi bait mengajak para santri dan alumni untuk kembali merenung: bahwa menjadi santri bukan sekadar mengenakan sarung atau menghafal kitab, tapi menyemai cita, menumbuhkan karakter, dan melahirkan harapan. Lagu itu bukan hanya didengar, ia dirasakan, dan dihidupkan.
Arjun tak hanya berhenti pada mencipta dan melantunkan. Ia mengajarkan kepada kita bahwa seni adalah jembatan. Ia membawa semangat pondok ke ruang-ruang publik, ke panggung-panggung kecil, ke acara reuni, ke majelis silaturahmi. Dalam setiap penampilannya, Arjun menghidupkan pondok, menghadirkan kembali wajah para asatidz, membangunkan kenangan tentang bel masuk, makan berjamaah, dan doa bersama yang kini mungkin telah jarang kita dengar.
Sungguh, apa yang dilakukan Arjun adalah bentuk lain dari jihad. Ia mengukir makna dalam suara, menanamkan nilai dalam nada. Ia adalah pengingat, bahwa alumni pondok tak harus seragam dalam wujud, tapi harus satu dalam semangat: menjaga cahaya agar tetap menyala, membentang harapan dalam lirik-lirik kehidupan.
Bagi generasi muda IKPS Saw, Arjun adalah lentera. Ia menunjukkan bahwa ketekunan dalam berkarya, disertai dengan semangat pondok dan niat pengabdian, bisa menjadi jalan untuk memberi dampak yang luas. Ia juga menjadi bukti bahwa seni, jika diarahkan dalam nafas keislaman dan kepondokan, bukanlah kemunduran, melainkan kemajuan yang berakar pada tradisi.
Mari kita belajar dari Arjun. Mari kita resapi bait-bait lagunya yang membangkitkan jiwa. Mari kita terus hidupkan pondok dalam setiap langkah, dalam setiap karya, dalam setiap tarikan nafas. Karena menjadi alumni bukan berarti berpisah dari pondok, tapi terus membawa pondok dalam dada, dalam tindakan, dan dalam harapan.
Dan pada akhirnya, Arjun mengajarkan kita satu hal: bahwa perjuangan itu bisa berbunyi. Dan ketika ia berbunyi, ia akan menggema jauh, menembus ruang dan waktu, menyentuh hati-hati yang mungkin telah lupa arah, dan menyalakan kembali cahaya yang sempat meredup.
Santri Membentang Cahaya. Arjun telah membuktikan, bahwa dalam lagu pun cahaya itu bisa dibentang. Kini, giliran kita semua untuk menciptakan irama perjuangan kita masing-masing. Semoga Menginspirasi!
Selamat berkarya, wahai pejuang cahaya!
Komentar
Posting Komentar