(Pemerhati Santri Kota Baubau)
Di sebuah halaman yang tak luas, di bawah langit senja yang temaram, terdengar dentuman bola memantul. Suaranya tidak nyaring, tapi cukup menggetarkan jiwa yang punya cita. Di antara bangunan asrama, masjid, dan ruang kelas, lapangan basket menjadi tempat di mana keringat bercucuran, semangat digembleng, dan mimpi-mimpi kecil mulai tumbuh dari debu tanah yang bersahaja. Inilah kisah tentang bola basket dan semangat kebersamaan santri dalam bingkai PORSA—Persatuan Olahraga Al-Syaikh Abdul Wahid.
Melatih Jiwa dalam Putaran Bola
Tidak semua pesantren memiliki lapangan basket, apalagi yang rapi dan mewah. Tapi di Ponpes Al-Syaikh Abdul Wahid, keterbatasan tidak pernah menjadi penghalang. Justru dari keterbatasan itulah tumbuh kekuatan: keberanian untuk melompat lebih tinggi, keuletan untuk menembus ring, dan solidaritas yang dipupuk lewat kerja tim.
Bola basket tidak sekadar olahraga. Ia menjadi wadah untuk menyalurkan energi muda, mengekspresikan keteguhan, dan menjalin komunikasi non-verbal di antara para santri. Sebab di dalam satu pertandingan, tidak ada yang lebih penting dari kerja sama. Tidak ada yang menonjol tanpa tim. Tidak ada kemenangan tanpa pengorbanan. Persis seperti nilai-nilai yang diajarkan di pondok: kebersamaan, pengorbanan, dan keikhlasan.
PORSA: Lebih dari Sekadar Klub Olahraga
Nama PORSA memang lahir dari rahim pondok ini. Tapi ia bukan hanya organisasi kegiatan. Ia adalah napas kedua bagi para santri yang ingin melatih diri bukan hanya dalam belajar kitab dan bahasa, tapi juga dalam ketangkasan jasmani, keteguhan hati, dan kecerdikan strategi.
Dalam pertandingan basket, seorang santri belajar membaca peluang. Ia belajar mengambil keputusan dalam hitungan detik. Ia belajar bangkit setelah jatuh. Ia belajar memberi bantuan, bukan hanya mencetak angka. Semua ini adalah pelajaran hidup, yang tak selalu diajarkan di kelas, tapi bisa diperoleh di lapangan.
Keterbatasan Adalah Batu Loncatan
Lapangan seadanya, ring yang goyah, bola yang tak selalu bundar sempurna—semua itu tak menyurutkan semangat. Bahkan dari sana, muncul mental baja. Anak-anak pondok yang terbiasa menyesuaikan diri dengan kondisi, tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan tidak manja.
Mereka berlatih di pagi buta sebelum pelajaran dimulai, atau di sore hari saat bayang-bayang pepohonan mulai memanjang. Mereka bermain bukan untuk popularitas, tapi karena cinta. Karena di balik setiap lemparan bola, ada harapan yang mengawang tinggi.
Mereka tahu, mereka tak punya fasilitas canggih seperti sekolah kota besar. Tapi mereka punya tekad, yang bisa menjebol segala keterbatasan.
Melompat Menangkap Peluang
Bola basket adalah olahraga lompatan. Bukan hanya secara fisik, tapi juga simbolis. Di lapangan itu, santri belajar melompat—melewati batas rasa minder, melewati kekangan kondisi, dan berani menangkap peluang yang ada.
Ketika ada undangan dari sekolah luar untuk pertandingan persahabatan, mereka menyambutnya dengan antusias. Saat ada wacana mengadakan kompetisi antar kelas atau antar alumni, mereka siap bergerak. Mereka tidak sekadar ingin menang, tapi ingin menunjukkan bahwa pesantren bukan sekadar tempat tahfidz, tapi juga pusat potensi yang multidimensi.
Menguatkan Kebersamaan, Menyalakan Api Perubahan
PORSA bukan hanya milik santri hari ini. Ia menjadi kebanggaan alumni. Dari sini, muncul banyak kisah: alumni yang pernah membela pondok dalam kompetisi antar pelajar, yang kini menjadi guru, dosen, pengusaha, atau tokoh masyarakat. Mereka membawa semangat PORSA ke mana pun mereka pergi. Karena mereka tahu, di sinilah karakter mereka dibentuk.
PORSA juga menjadi ruang temu lintas angkatan. Alumni datang kembali untuk bermain, menyapa adik-adik kelas, atau sekadar menyeka rindu. Dalam satu pertandingan, satu pelukan, satu selebrasi kecil, ada ikatan yang kembali dirajut. Ada semangat yang kembali dinyalakan.
Menjadikan Lapangan Sebagai Madrasah Kehidupan
Lapangan basket, bagi kita, bukan hanya tempat bermain. Ia adalah madrasah terbuka, di mana para santri belajar tentang kehidupan dalam bentuk yang lebih nyata. Bahwa hidup adalah tentang strategi, keberanian mengambil peluang, menghormati lawan, dan bekerja sama dalam satu tim.
Dan dari PORSA, santri Al-Syaikh Abdul Wahid belajar menjadi pribadi yang utuh. Tidak hanya kuat secara ruhani, tapi juga sehat jasmani, cerdas emosi, dan luas wawasan.
Akhirnya: Kita Adalah Tim
Maka mari kita jaga api ini. Jangan biarkan ring kosong, jangan biarkan bola mengempis tanpa pantulan. Karena setiap pantulan adalah denyut semangat, dan setiap lemparan adalah wujud harapan.
PORSA adalah kita. Kita adalah tim. Dan dalam tim, tak ada yang ditinggalkan. Semua ikut berlari. Semua bersorak untuk kemenangan bersama. Sebab di pesantren ini, bola basket bukan hanya olahraga. Ia adalah lambang kebersamaan yang terus dibina dan dikuatkan, dalam diam, dalam peluh, dalam tekad untuk terus melompat dan menangkap setiap peluang. Semoga Menginspirasi.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar