๐๐๐ซ๐๐ฐ๐๐ญ ๐๐ข๐ฅ๐๐ญ๐ฎ๐ซ๐๐ก๐ฆ๐ข, ๐๐๐ง๐๐ง๐ ๐ค๐๐ฉ ๐๐๐: ๐๐๐ง๐ฒ๐๐ฆ๐๐ข ๐๐๐ซ๐ฎ๐๐๐ก๐๐ง ๐๐๐ซ๐ข ๐๐๐ญ๐ข ๐ค๐ ๐๐๐ญ๐ข
![]() | |
|
(Sang Pengelana Pendidikan)
Ada yang tak lekang oleh waktu, meski musim silih berganti dan jarak menjulur dalam bilangan hari. Ia adalah silaturahmi. Ia seperti jembatan yang tak pernah usang, tempat gagasan menyeberang, tempat kenangan berlalu-lalang, tempat doa-doa diam-diam disampaikan dari hati yang tulus untuk mereka yang pernah dan selalu menjadi guru serta sahabat dalam hidup.
Hari ini, di tengah riuhnya dunia yang dijejali notifikasi dan hiruk-pikuk rutinitas, kita sering kehilangan arah, lupa akan sumber mata air yang dulu menuntun langkah: para guru dan sahabat. Mereka bukan hanya pengisi lembaran masa lalu, tapi pelita yang tak henti menyala meski jarak dan waktu berusaha memudarkannya. Maka merawat silaturahmi bukanlah nostalgia kosong, melainkan perwujudan syukur. Ia adalah ikhtiar menjaga cahaya yang pernah dan terus membimbing kita.
Di sebuah ruang sederhana, di beranda, di bawah langit pagi atau senja yang temaram, saat kopi baru saja diseduh dan tawa-tawa lama kembali hadir, sering kali dari sanalah perubahan besar lahir. Tak perlu panggung megah atau forum resmi, cukup obrolan santai dengan para guru dan sahabat, dan gagasan-gagasan mulai mencuat. Karena setiap perjumpaan yang dilandasi cinta dan niat baik, selalu punya potensi menjadi suluh perubahan.
Silaturahmi: Menyulam Rasa, Meneguhkan Makna
Betapa sering kita temui bahwa satu pelukan dari guru di masa lalu mampu meruntuhkan keangkuhan, dan satu genggaman tangan sahabat menguatkan kembali niat yang nyaris padam. Silaturahmi bukan sekadar temu fisik; ia adalah bahasa kasih sayang yang menyembuhkan luka, memperteguh iman, dan menghidupkan gairah berbuat baik.
Seorang guru bukan hanya orang yang mengajarkan, tapi yang menghidupkan pelajaran. Ia adalah ruh dari ilmu, pelita dalam gelap, dan suara dalam sepi hati muridnya. Dalam kunjungan-kunjungan kita, meski hanya sesekali, ada pengakuan diam-diam: bahwa kita tak akan menjadi seperti sekarang jika bukan karena bimbingannya. Dan pada sahabat, kita temukan cermin diri. Kita tahu siapa kita dari cara mereka memanggil nama kita dengan nada yang hanya mereka punya.
Silaturahmi adalah cermin keikhlasan. Di sana, tak ada pangkat, tak ada jabatan, yang ada hanya kesetaraan batin dan kerinduan yang dijahit kembali. Dan sering kali, dari pertemuan-pertemuan inilah lahir ide-ide besar—tentang pendidikan, sosial, ekonomi, hingga arah baru dalam hidup.
Dari Obrolan Menjadi Perubahan
Setiap obrolan bersama guru dan sahabat adalah ladang hikmah. Kita menangkap celah perubahan dari guratan wajah mereka, dari intonasi yang berubah, dari kisah-kisah kecil yang menyelip dalam tawa. Kadang-kadang, perubahan tidak butuh seminar besar. Ia hanya butuh satu kata dari seorang guru: “Kamu bisa.” Atau satu kalimat dari sahabat: “Ayo kita coba bersama-sama.”
Ide-ide besar lahir bukan karena pikiran jenius semata, tapi karena ruang yang hangat dan hubungan yang sehat. Dan silaturahmi itulah ladangnya. Seorang sahabat pernah berkata: “Silaturahmi itu seperti mengisi bahan bakar ide. Kadang kita kehabisan tenaga bukan karena tak mampu, tapi karena tak ada yang mengingatkan tujuan kita.”
Merawat Silaturahmi: Sebuah Revolusi Sunyi
Merawat silaturahmi di zaman ini adalah sebuah revolusi sunyi. Ia tidak ramai, tidak viral, tapi kekuatannya meresap seperti embun ke dalam tanah. Ia memperkuat akar, bukan hanya batang. Kita tidak sedang hanya bertukar kabar, tapi sedang memperbarui niat, menyambung kekuatan batin yang dulu pernah menyatu dalam ruang-ruang belajar dan perjuangan.
![]() |
Foto: Alumni Permata Angk. 3 Ponpes SAW (Dari Kanan) Muh. Ilham Saleh, La Rudi, Abdul Muizu (27/07/2025) |
Mungkin sahabat kita sekarang menjadi petani, pengusaha, guru, dosen, anggota dewan, bahkan mungkin ada yang hanya menjadi ‘biasa-biasa’ saja di mata dunia. Tapi saat duduk bersama, kita menyadari bahwa tidak ada yang benar-benar biasa. Semua istimewa, karena semua punya cerita. Dan dari cerita-cerita itu, kita menangkap arah baru, jalan baru, dan semangat baru.
Peta Perubahan dari Hati ke Hati
Apa arti perubahan? Ia bukan semata-mata kebijakan besar atau proyek-proyek megah. Ia adalah perubahan cara pandang, perubahan sikap, perubahan cara kita memperlakukan guru dan sahabat. Ia lahir saat kita mulai melihat bahwa waktu kita terbatas, dan silaturahmi bukan hanya tentang mengisi waktu luang, tapi tentang menunaikan hak dan rasa.
Di tengah era digital, saat semua serba cepat dan instan, silaturahmi mengajarkan kesabaran dan kedalaman. Ia menjadi ruang belajar kembali: tentang adab, tentang kepekaan, tentang pentingnya menyapa sebelum lupa, menjenguk sebelum terlambat, dan menyimak sebelum dunia benar-benar sibuk.
Menjadi Bagian dari Cahaya
Ketika kita duduk bersama guru dan sahabat, sesungguhnya kita sedang duduk bersama cahaya. Kita menyimak kehidupan dari perspektif yang lebih tinggi. Dan jika kita teliti, selalu ada ajakan untuk berbuat lebih, menjadi lebih bermanfaat, dan meninggalkan jejak yang lebih berarti. Maka jangan abaikan ajakan silaturahmi, sebab di sanalah sering kali pintu perubahan dibuka.
Silaturahmi melahirkan gerakan, menyemai inspirasi, dan memperkuat jaringan. Ia adalah ekosistem spiritual yang menyuburkan tanah-tanah tandus jiwa kita. Dan ketika itu terjadi, kita menjadi bagian dari cahaya itu—cahaya yang menuntun, bukan hanya menerangi diri sendiri, tapi juga sekitar.
Mari Bertemu, Sebelum Terlambat
Mari kita rawat silaturahmi seperti merawat taman—disiram dengan doa, dipupuk dengan kepedulian, dan dibersihkan dari prasangka. Sebab jika taman ini tumbuh subur, maka ide-ide besar akan bermekaran, dan perubahan akan tumbuh tanpa paksaan.
Guru dan sahabat adalah anugerah. Jangan sampai waktu menyapu mereka sebelum kita sempat berkata terima kasih, sebelum kita sempat menceritakan bahwa mereka pernah menyelamatkan kita dari ketidaktahuan, dari putus asa, dari jalan yang salah.
Bertemulah, sebelum waktu merampas kesempatan. Sebab dari pertemuan yang hangat dan bermakna, kita tak hanya menumbuhkan persahabatan, tapi juga menyalakan peradaban. Maka rawatlah silaturahmi, karena dari sanalah perubahan bermula.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar